• Home
  • FrankBlog
  • FrankNews
  • Music Projects
    • Musik Franki
    • Science In Music
    • FNF
    • Raksasa
      • Raksasa Channel
    • The Time Travellers
  • FranKKomiK
    • BonBinBen
      • BonBinBen 2008
      • BonBinBen 2010
    • KomikNAIF
    • Setan Jalanan
      • Trailer Setan Jalanan
      • Original Sound Track Setan Jalanan – Raksasa
    • Geng Bedug
  • Drawings
    • INKTOBER 2014
    • INKTOBER 2017
    • Doodles
  • Galeri Franki
  • Video
  • FK.com
  • Twitter
  • Soundcloud
  • Instagram

frankblog

KOMIK SETAN JALANAN: JOSEPHINE ADHIBRATA DAN LATAR BELAKANG PENCIPTAANNYA

July 5, 2020 by adin
FrankBlog
diary franki, frankblog, setan jalanan

Menurut penjelasan gue dan Baja di video ini sudah jelas sekali kalau semua proyek buku komik yang diproduksi FranKKomiK diundur jadwal perilisannya ke tahun 2021. Semua berhubungan dengan pandemic Covid-19 ini, yang hingga kini masih melanda dunia.

Tapi melalui FrankBlog kali ini, gue nggak mau ngomongin soal Covid-19. Kali ini gue mau bicara soal Josephine Adhibrata, salah satu tokoh utama di cerita Setan Jalanan. Untuk elo yang sudah membaca komik Setan Jalanan, cerita yang manapun itu, pasti elo nggak akan menafikan eksistensi dari sosok perempuan ini, yang sering dipanggil Madam Jo oleh Kelana. Karena memang Jo sangat menarik.

Setelah peluncuran trilogi komik Setan Jalanan 2014 silam, banyak pembaca – terutama cowok – yang tertarik dengan Jo. Dan beberapa di antaranya bahkan beraharap ada hubungan khusus antara Kelana dengan Jo. Sampai suatu saat gue sengaja menggambar adegan yang “memancing” (lihat gambar di bawah). He he he. Sekedar untuk memanjakan mata mereka aja.

Josephine Adhibrata adalah perempuan berketurunan Tionghoa. Anak seorang pengusaha raksasa suku cadang motor di Indonesia. Ayahnya tewas dalam sebuah kecelakaan mobil saat Jo berusia 13 tahun. Beranjak remaja, Jo memiliki kecurigaan ayahnya tewas karena dibunuh. Dan benar saja, memang ayah Jo dibunuh (semua bisa kamu baca di trilogi komik Setan Jalanan).

Jo dalam trilogi komik Setan Jalanan berusia 35 tahun. Sementara Kelana – pemuda di balik kostum Setan Jalanan – berusia 23 tahun. Hubungan Jo dan Kelana sangat unik. Pada dasarnya Jo adalah dosen yang mengajar di kampus tempat Kelana berkuliah. Namun sejak Kelana beraksi sebagai Setan Jalanan dan Jo menjadi partnernya, hubungan mereka menjadi lebih dekat dari sekedar dosen dengan muridnya. Bahkan lebih dekat dari partner kerja.
Hubungan asmara? Hmmm. Gue belum tentukan apakah hubungan mereka bakal berkembang ke arah sana sih. Tapi, kita lihat aja nanti.

Pada awal gue kreasikan semesta cerita Setan Jalanan di sekitar tahun 2003 nggak terbersit sama sekali untuk menampilkan karakter perempuan sebagai tandemannya Kelana. Tapi di tengah jalan, pas gue baca draft pertama naskah gue lagi, rasanya agak terlalu umum banget kalau jagoannya Kelana sendirian. Beraksi solo kayak jagoan-jagoan jaman dulu. Serba bisa. Nggak, nggak. Sangat nggak manusiawi, pikir gue saat itu. Jagoan masa kini harus nggak sempurna. Harus memiliki banyak kelemahan. Harus butuh teman. Supaya lebih realistis. Lalu terciptalah Josephine. Yes, langsung gue bikin karakter cewek sebagai pendamping aksi Kelana. Karena dalam pekerjaan, biasanya banyak hal seru yang bisa diangkat dari hubungan cowok dengan cewek ketimbang sesame cowok. Debatnya, ngambeknya, ngomelnya, semua akan lebih seru kalau sosok perempuan yang menjadi partner Kelana.

Jo sengaja gue bikin sebagai karakter yang mandiri, keras, dan berusia cukup matang, untuk mengimbangi darah muda Kelana yang penuh kegalauan dan emosi meluap. Berangkat dari situ, berkembanglah lagi pemikiran, kenapa nggak sekalian gue bikin Jo aja yang memimpinaksi Kelana sebagai Pemotor Misterius ini, ya? Jeng jeeeng!

Buat elo yang belum membaca atau baru mengenal sekilas kisah Setan Jalanan, gue jelaskan sedikit nih. Jadi Jo dalam semesta Setan Jalanan adalah otak sekaligus motor dari aksi Setan Jalanan, sang Pemotor Misterius yang kerap memberangus segala bentuk kriminal di kota Jakarta. Semua berlatar belakang dari dendamnya terhadap pembunuh ayah Jo. Berbekal kekayaan hasil warisan sang ayah, bisnisnya di bidang suku cadang motor, ilmunya dalam dunia teknik mesin motor dan segala hal permotoran, Jo membangun bengkel super canggih di rumahnya, berikut dengan supermoto rakitannya yang nggak kalah canggih, dan kostum keren rancangannya pula bagi si pemotor. Selanjutnya, silakan baca sendiri di komiknya. He he.

JOSEPHINE ADHIBRATA – Kiri ke kanan: versi komik trilogi Setan Jalanan (2014-2016, gambar oleh Haryadhi), versi Film Di Radio Aksi Setan Jalanan (2017, Gen FM Jakarta, diperankan oleh Shareefa Daanish), poster art Film Di Radio Aksi Setan Jalanan (2017, gambar oleh Rudy Ao).

 

Yes. Gue membutuhkan sebuah kekuatan perempuan dalam cerita Setan Jalanan agar bisa mewakili mereka yang memperjuangkan hak perempuan dalam masyarakat. Pesan moral apa lagi yang bisa gue angkat di komik ini? Well, ini mungkin agak klise, tapi gue rasa nggak akan basi. Yaitu rasa toleransi tinggi dalam masyarakat majemuk di negara kita, tanpa mengenal suku, agama, ras dan antar golongan. Maka gue bikinlah tokoh Jo ini seorang perempuan berdarah Tionghoa. Semua gue angkat sesuai realitas yang ada. Supaya kisah Setan Jalanan bisa lebih lekat di pembacanya.

Anyway, karena permasalahan Kelana di trilogy komik Setan Jalanan telah selesai, maka di buku lanjutannya (SJ4) yang saat ini sedang dalam masa produksi, semua adalah tentang Jo. Masa lalu, dendam kesumat, dan perang batin Jo, semua diungkap di sini. Nah, gue mau bilang juga kalau dalam SJ4 ini ceritanya waktu telah berlalu sekitar 3 tahun setelah peristiwa besar yang terjadi di tiga buku sebelumnya. Jadi sosok orang-orangnya pun gue
bikin berubah. Nggak terkecuali Jo.

JOSEPHINE ADHIBRATA – versi SJ4 (“Setan Jalanan: Mencari Keadilan”, gambar oleh Dody Eka).

Menarik, kan? Tunggu perkembangan berita tentang SJ4 di situs dan media sosial FranKKomiK, guys!

Harapan Untuk Komik Indonesia

April 4, 2020 by adin
FrankBlog
#30HariKomikIndonesia, 30 Hari Komik Indonesia, diary franki, frankblog, komik, kosasih day

Gue coba ikutan program #30HariKomikIndonesia, ah. Ngomongin komik Indonesia selama 30 hari mulai awal April ini, menyambut #KosasihDay2020.

Bicara tentang #KosasihDay, ada pertanyaan tentang apa harapan untuk komik Indonesia.

Hmm… Oke. Gue akan berbicara sebagai pengamat dan pembaca komik Indonesia, bukan sebagai praktisi. Sejauh ini kondisi komik Indonesia sebetulnya sudah jauh lebih baik ketimbang satu dekade silam. Hanya saja, sepertinya konsentrasi para pelaku industrinya, baik itu kreator komiknya (penulis dan illustrator), studio komik, juga penerbit komik fisik dan online, semua masih di seputar skenanya saja. Masih bermain di zona nyaman. Ini sangat dimaklumi, mengingat demand akan membaca komik lokal di masyarakat luas masih kurang. Tapi… Nah, ini. Udah mulai masuk ke “harapan” nih.

Harapan gue pribadi, komik Indonesia harus (kembali) menjadi tuan rumah di negeri kita. Jangan lagi kita terus-menerus menghibur diri dengan kenangan masa lalu (baca: masa kejayaan komik Indonesia). Ini adalah PR besar kita bersama.

Dari sisi kreator, bikin konten yang bagus; yang menarik. Yang bisa dekat dengan masyarakat. Dan (seharusnya) punya nilai moral baik juga. Jangan cuma karena pengen dekat sama pembaca akhirnya terjebak dengan jokes receh aja, yang kadang bagi sebagian pembaca mungkin malah mengganggu.

Masih dari sisi kreator; perbanyak genre komik, supaya para pembaca punya banyak pilihan.

Sementara itu di sisi studio dan penerbit komik, harus lebih giat untuk mendukung pergerakan para kreator komik kita. Jangan malas mencari sponsor atau investor, dan meyakinkan mereka bahwa produk komik kita punya nilai bagus di market. Jangan malas melakukan riset yang ditujukan kepada para pencinta buku secara luas -bukan hanya komik. Adakan media baru yang memberi ruang bagi para kreator komik untuk lebih semangat berkreasi. Misalnya dengan menghadirkan kanal khusus komik di Youtube, atau podcast khusus komik yang membahas segala jenis komik Indonesia; jangan hanya komik terbitan sendiri aja. Ini semua membutuhkan persatuan.

Persatuan itu yang membentuk musik Indonesia maju. Menjadi tuan rumahnya sendiri. Karena gue juga berkecimpung di musik, gue bisa menilai sendiri, bagaimana sulitnya dulu para musisi kita di paruh 1980an akhir ingin memajukan karya yang mereka usung. Karena senimannya terlalu banyak dan terpencar. Lalu di era 1990an tumbuh lebih banyak komunitas (walau beberapa komunitas musik sudah ada sejak 1970an), kemudian komunitas itu bersatu membuat acara bareng, dan semuanya menjadi bola salju yang besar dan bisa menjadi pembuktian tersendiri terhadap para industrialis musik dan acara hiburan.

Perlu gue bandingkan antara pergerakan musik Indonesia dengan komik Indonesia. Karena memang kasusnya mirip.

Akhir kata, gue yakin komik Indonesia akan bisa lebih maju seperti majunya musik Indonesia. Selama kita semua para praktisi komik tidak egois dan menganggap merek lain sebagai rival yang dimusuhi. Bersainglah secara positif. Kan, katanya “Bersama Kita Bisa!”. 😉

 

Foto: Antionius Septiano (circa 2017)

SEBUAH JURNAL TENTANG COVID-19

March 25, 2020 by adin
FrankBlog
corona, covid-19, diary franki, frankblog, virus

Sejarah mungkin akan mencatat tahun 2020 sebagai tahun yang kejam, akibat besarnya angka kematian manusia di seluruh dunia karena serangan wabah COVID-19 (penyakit Koronavirus 2019). Dimulai sejak Desember 2019 di Wuhan, China, virus ini menyebar ke negara-negara tetangganya, hingga akhirnya Indonesia pun nggak luput dari serangannya.

Per 2 Maret 2020 kasus COVID-19 di Indonesia dimulai, dan selanjutnya berkembang pesat. Penduduk Indonesia yang awalnya santai aja sebelum virus ini masuk ke sini – karena nggak menyangka serangannya akan semasif ini – akhirnya ketar-ketir. Kaget, pastinya. Termasuk gue. Sebagian besar panik begitu Presiden Jokowi mengumumkan kalau kasus positif COVID-19 sudah masuk ke Indonesia.

Informasi menyebutkan kalau Koronavirus pada dasarnya virus yang mirip dengan flu pada umumnya, dan bisa mati dengan sering-sering cuci tangan pakai sabun, atau menggunakan hand sanitizer. Penggunaan masker pun sangat disarankan, terutama bagi yang ngerasa kurang sehat. Karena penyebaran Koronavirus ini bisa melalui droplets, yaitu cairan yang dihasilkan dari batuk atau bersin. Dan hebatnya virus ini, ia bisa bertahan lama di benda yang ditungganginya. Nggak pakai lama, segera semua orang menyerbu masker dan hand sanitizer. Membuat dua barang itu susah dicari, dan celakanya, diborong oleh banyak pelaku pasar. Akibatnya harga masker dan hand sanitizer melonjak drastis, di titik yang nggak masuk akal. Kepanikan terjadi. Akhirnya bukan cuma kedua barang itu yang diborong banyak orang. Tapi juga keperluan sehari-hari di swalayan, karena takut akan diberlakukannya lockdown oleh pemerintah. Karena itulah yang terjadi di beberapa negara yang memiliki kasus wabah COVID-19, seperti di China, Filipina, kebanyakan negara di Eropa, dan terakhir yang barusan, Malaysia.

Mirip di film-film bertema epidemik, itulah yang nyata terjadi – nggak cuma di Indonesia, tapi juga di semua negara di seluruh dunia. Sementara di barat, terutama Amerika, yang diborong orang adalah tisu gulung untuk kamar mandi. Gue pribadi kadang ngerasa, sepertinya kepanikan ini terjadi juga – mungkin – karena kebanyakan nonton film bertema epidemik atau apokaliptik. He he. Tapi, ya, manusiawi sih.

Indonesia sendiri sejauh ini nggak memberlakukan lockdown. Tapi pemerintah menghimbau masyarakat untuk melakukan social distancing. Jaga jarak antar orang, untuk memotong penularan si virus. Sekolah-sekolah diliburkan, begitu juga sebagian besar kantor. Belajar di rumah, bekerja di rumah. Tagar #dirumahaja mendadak trending. Begitu pula tagar #WorkFromHome (WFH). Kegiatan kumpul-kumpul, acara besar, dan outdoor, juga ibadah keagamaan yang digelar rame-rame, termasuk shalat Jumat, semua ditiadakan dulu.

Apa kabar kegiatan musik? Ya pasti termasuk yang harus ditiadakan dulu dong. Di minggu awal Maret saat Pak Presiden mengumumkan kasus Koronavirus telah masuk ke Indonesia, banyak acara yang mulai dibatalkan. Tiba-tiba banyak teman seprofesi gue (musisi) yang menganggur. Juga teman-teman yang bekerja di event organizer, teman-teman fotografer panggung, dan profesi lain yang berhubungan dengan acara hiburan. Di sisi NAIF, awalnya nggak terlalu pengaruh. Kami, Alhamdulillah, waktu itu masih sempat manggung beberapa kali di awal Maret. Tapi begitu program social distancing dikumandangkan, praktis semua panggung NAIF per Maret sampai Mei 2020 dibatalkan, atau diundur – sampai waktu yang belum tau kapan. He he he. Amsyong.

Apakah social distancing berhasil dilakukan? Awal-awalnya nggak dong! He he.

Orang Indonesia terkenal ndableg (bahasa Jawa, artinya bandel) dan susah diatur. Satu-dua-tiga hari pertama setelah himbauan social distancing, aktivitas publik masih tinggi. Pasar tradisional rame, tempat wisata rame, sampai di gang-gang perkampungan, orang masih banyak yang nongkrong dan berkegiatan seperti biasa. Malah dianggapnya liburan untuk senang-senang. Banyak yang sepertinya ngerasa wabah ini bukan menjadi ancaman. Ada video riset sosial independen yang beredar, menggambarkan situasi “santai” masyarakat kita.

“Nggak takut sama Korona?”, ucap si pelaku riset.

“Nggak,” jawab mas-mas yang ditanya, “Kan hidup-mati kita udah ditentuin Allah. Virus itu kan ciptaan Allah juga.”

Itu salah satu cuplikan aja. Sisanya masih ada beberapa jawaban lain dari masyarakat – kebanyakan lapisan bawah – yang intinya nggak menganggap serius akan wabah ini.

Sementara itu pembatasan armada MRT dan Transjakarta malah membuat atrean panjang, dan moda transportasi pun jadi penuh. Belum lagi pro-kontra mengenai larangan kegiatan keagamaan ini tentu menimbulkan polemik tersendiri, mengingat masyarakat kita sangat sensitif kalau udah ngomongin soal agama.

Social distancing kita bisa dibilang nggak berhasil, di awal periode itu.

Seiring melonjaknya kasus positif COVID-19 di banyak wilayah Jakarta dan beberapa provinsi lain, barulah pemerintah mulai lebih keras. Sepertinya masyarakat kita memang nggak cukup cuma dikasih himbauan aja. Barulah program jaga jarak ini mulai efektif setelah – kurang-lebih – satu minggu.

Tapi kepanikan nggak kunjung reda. Info dari pemerintah yang kurang transparan, pemberitaan dari media yang terkesan menyeramkan, ditambah lagi berbagai broadcast info di layanan aplikasi chat dan media sosial yang rancu apakah itu fakta atau hoaks, semua bikin kebanyakan orang panik. Lagi-lagi, himbauan untuk jangan bepergian ke luar kota Jakarta dan mudik, nggak diindahkan.

Baru aja kemarin asisten rumah tangga (ART) gue pamit mudik. Alasannya, takut. Soalnya banyak “berita” yang ia terima begitu menyeramkan. Semua didapatnya dari kiriman WhatsApp. Selain takut sama virusnya, juga takut kalau semua ini berkepanjangan, mereka nggak akan bisa mudik Lebaran nanti. Padahal udah sering gue dan istri gue kasih ia wawasan tentang Koronavirus. Gimana cara kerja Koronavirus ini, gimana cara menyikapinya, dan lain-lain, termasuk juga jangan panik dan jangan mudik dulu saat ini. Tapi tetap aja ia dan keluarganya nekat mudik. Gue yakin, ini baru satu kasus aja. Pasti banyak orang lain yang seperti mbak ART gue itu.

Guys.

Ini adalah saat yang berat untuk kita semua. Saat bagi kita untuk mengalah oleh alam. Nggak usah kepanjangan mikirin segala tentang teori konspirasi. Kalau pun memang ini semua konspirasi, itu di luar kuasa kita. Gue juga percaya kok, bahwa memang ada segolongan manusia “kuat” yang mengatur tatanan dunia ini. Cuma, ya, mau gimana lagi? Gue hanyalah seorang gue. Kita cuma bisa mendoakan yang terbaik aja, dan memohon Tuhan supaya memberikan cahayanya bagi kita untuk berjalan ke arah yang benar, bertualang mencari arah pulang menuju Dia.

Lihat sisi baiknya. Selama masa lockdown di beberapa negara di dunia ini, dan selama masa social distancing di beberapa negara lainnya, termasuk negara kita; alam kita terasa seperti menyembuhkan diri. Di banyak negara, sungai-sungai dan laut bersih. Di banyak kota besar dalam negeri kita, langit cerah akibat berkurangnya polusi. Siapa tau kita para manusia ini memang saat ini disuruh untuk lebih mikir. Evaluasi diri. Supaya kita bisa lebih menghargai diri kita. Rajin bersih-bersih, he he. Supaya di masa depan nanti kita nggak lagi berlaku zalim kepada alam kita. Kepada makhluk lain ciptaan Tuhan, baik itu sesama manusia, kepada hewan dan juga tumbuhan. Mungkin kehadiran Koronavirus ini menyuruh kita untuk lebih mengingat Sang Pencipta kita. Betapa nggak berdaya dan kecilnya kita di hadapan alam semesta. Apalagi di hadapan-Nya.

Akhir kata.

Tetap jaga kesehatan, guys. Karena itu kunci kita melawan virus ini. Tetap di rumah aja. Jangan keluar rumah kalau nggak terlalu perlu. Kalau memang harus keluar rumah, lakukan prosedur standar internasional untuk pengamanan diri. Pakai masker. Semoga Allah melindungi kita selalu.

What A Joyous Moment To Share

February 24, 2020 by adin
FrankBlog
diary franki, frankblog, merchandise

Bukan suatu kesengajaan kalau akhirnya kemarin (23.2.20) gue membagi kepada dua sahabat dari Jepang, Nobuhisa dan Asami Hasegawa, momen kebahagiaan gue bersama Bianca, istri gue.

Gue sebut sebagai momen kebahagiaan karena kemarin adalah hari genapnya 6 tahun pernikahan gue dengan Bianca. Dan kebetulan Nobu (demikian gue memanggil Nobuhisa) baru aja datang dari Jepang untuk kembali meneruskan pekerjaannya di Jakarta. Karena gue dan Bianca nggak ada rencana khusus, akhirnya kami sekalian putuskan untuk makan bareng dengan Nobu dan Asami aja.

Gue dan Nobu berkenalan di Facebook. Awalnya dia -tampaknya- temenan duluan sama NAIF di Facebook. Ia waktu itu bekerja di sebuah radio swasta di kota Hamamatsu, Jepang. Sudah terhubung duluan dengan beberapa band Indonesia, seperti J-Rocks dan NTRL. Juga ternyata beberapa circle musik gue cukup banyak yang kenal Nobu. Lalu kemudian ia add friend ke gue sekitar 2014 silam. Lantas di kunjungan kedua gue dan Bianca ke Tokyo (2018) barulah kami ketemuan dan banyak ngobrol. Semenjak itu gue, Nobu, Asami dan Bianca selalu berkabar, dan sering hang out bareng saat mereka ke Jakarta. Dan baru aja 2019 kemarin Nobu mengaku kalo dia sebetulnya penggemar berat NAIF. No wonder. Musisi Indonesia paling dia suka ya NAIF. Katanya. Ha ha! ‘Sa aeee!

Adalah sebuah kebetulan, apabila oleh-oleh spesial dari Nobu dan Asami itu akhirnya menjadi semacam kado anniversary kami. Selain oleh-oleh makanan khas Jepang, yang spesial adalah sekotak KitKat berdisain khusus foto gue dan Bianca. Wah! Belum lagi Nobu juga menghadiahkan gue sebuah mobil-mobilan The Beatles edisi album Revolver produksi Hotwheels.

Sebuah kesenangan tersendiri membagi joyous moment saya dan Bianca kepada kalian, Nobu dan Asami. Terima kasih.

https://www.frankiindrasmoro.com/wp-content/uploads/2020/02/frankblog-20200224-001.mp4

KUMPUL PENDEKAR AKHIR PEKAN

February 5, 2020 by franki
FrankBlog
diary franki, fnf, frank n' friends, frankblog, musik

Sekedar info bagi yang belum tau; sejak akhir 2019 lalu gue pada akhirnya merilis sebuah debut single dari sebuah proyek musik yang tertunda selama 11 tahun. Namanya FNF, kependekan dari Frank N’ Friends. Ada kanal Youtube FNF juga, monggo di-subscribe. Cek linktr.ee/FNF untuk info selengkapnya tentang FNF, guys.

Nah… Bicara soal FNF, ini adalah video dokumentasi pribadi gue dari proses rekaman vokal untuk single kedua proyek ini. Judul lagunya? Masih belum bisa gue kasih tau, brur. Yang pasti, yang ngisi vokal adalah salah satu penyanyi Indonesia yang gue segani, sekaligus kakak kelas di kampus IKJ dulu. Ipang Lazuardi, dari BIP dan Plastik.

Dibantu oleh para produser handal, Dede Kumala, Taufiq Sandjaja dan Catur Septembrianto, proses rekam vokal single kedua FNF berjalan lancar… baangeet!!! Rekamannya cuma 20 sampai 30 menit, sisanya becanda ngalor-ngidul sampai nyaris tengah malam. Ha ha ha! Well, namanya juga sekalian reuni kecil-kecilan. Karena turut hadir juga bang Aria Baja, partner gue di FranKKomiK, yang juga adalah kawan sekampus gue dulu. Belum lagi, sang dokumentator foto/video FNF, bang Riki “Blek” Dior, serta istri tercinta Ipang, mpok Acir, juga lulusan IKJ. Sempurna dah!

Enjoy video ini yang gue edit secara amatir (namun menyenangkan), guys. O ya… Kenapa Pendekar Akhir Pekan? Itu adalah istilah unik dari Ipang untuk para musisi Indonesia, yang umumnya bekerja banting tulang, manggung di akhir pekan. He he.

Tunggu info FNF selanjutnya di kanal gue ini, guys. Thank you.

Perjalanan Seru Menuju Panggung NAIF

February 4, 2020 by franki
FrankBlog
diary franki, frankblog, naif, naifband

Perjalanan yang cukup seru, kali ini dari hotel tempat N A I F menginap sampai ke lokasi manggung kami di Bandara Husein Sastranegara, Bandung.

Bandung macet di weekend? Itu biasa. Tapi kalau ditambah dengan jarak yang cukup jauh antara hotel dengan lokasi acara, sudah pasti perhitungan waktu harus akurat. Nah, kali ini perhitungan kami agak meleset nih. Karena awalnya mau diiringi Patwal, jadi akhirnya Road Manager (Road-Man) kami memutuskan berangkat 1 jam sebelum jadwal NAIF naik panggung. Seharusnya cukup. Tapi ternyata, apa lacur? Jalanan agak lebih macet dari biasanya. Jangankan mobil, motor dan pejalan kaki pun nggak bisa melintas. Super padat! Patwal nggak sempat jemput kami, karena mereka kena macet juga. He he.

Akhirnya diputuskan keempat personil NAIF plus pemain kibor turun dari mobil, ditemani Road-Man, naik ojol. Lalu berangkatlah enam motor ojol iring-iringan, menembus lautan kendaraan, menyusup ke gang, melewati kuburan, menuju lokasi acara, yang ternyata akses masuknya pun campur antara penonton konser, pengisi acara, orang umum yang ingin memasuki bandar udara. Walah! Sehabis naik ojol, dari pintu depan bandara menuju panggung pun harus naik e-Scooter, karena jarak yang cukup jauh.

Alhasil, NAIF tampil agak terlambat. Yang seharusnya jam 16:30 kami udah jreng, jadi baru bisa mulai jam 17:15. Mohon maaf dan terima kasih semuanya yang sudah sabar menunggu NAIF.

Video dokumentasi perjalanan seru ini gue rekam sendiri secara amatir, dan gue edit sendiri ala kadarnya. Terima kasih untuk Dian Pratiwi Willyarti yang sudah bersedia ngerekam video lagu pertama NAIF di Playlist Love Festival ini.

NAIF 24 TAHUN

October 25, 2019 by adin
FrankBlog
annaifersary, diary franki, frankblog, naif, naifband

Tanggal 22 Oktober 2019 NAIF berusia 24 tahun. Siapa sangka kami bisa melangkah sejauh ini? Alhamdulillah.

Selamat 24th NAIF.
Akan sejauh mana NAIF melangkah? Bismillah. Semoga selalu berkah.

Melalui kesempatan ini, gue mau bagi beberapa kenangan foto behind the scene shooting 5 video klip dan pemotretan cover album Retropolis (2005) yang gue produseri bareng mas Baja, partner gue sekarang di FranKKomiK. Plus, video kumpulan foto NAIF dari tahun ke tahun.

Guys, album Retropolis NAIF sudah tersedia di layanan digital seperti Spotify dan lain-lain, bersama juga album Titik Cerah (2002).

Enjoy, guys!

[Show slideshow]
naif-24-tahun001
naif-24-tahun002
naif-24-tahun003
naif-24-tahun004

naif-24-tahun005
naif-24-tahun006
naif-24-tahun007
naif-24-tahun008

naif-24-tahun009
naif-24-tahun010
naif-24-tahun011
naif-24-tahun012

naif-24-tahun013
naif-24-tahun014
naif-24-tahun015
naif-24-tahun016

naif-24-tahun017
naif-24-tahun018
naif-24-tahun019
naif-24-tahun020

Lihat postingan ini di Instagram

Sebuah kiriman dibagikan oleh Franki Indrasmoro (@franki.indrasmoro) pada 21 Okt 2019 jam 2:18 PDT

HIKMAH SELALU SERTA

August 23, 2019 by adin
FrankBlog
animator, diary franki, frankblog, kartunis, komik, komikus

Guys, kalau ada terlintas di pikiran lo untuk jenguk sahabat, kerabat atau saudara, apalagi yang usianya lebih tua/sepuh, sebaiknya langsung aja jenguk. Nggak usah pake mikir lama. Karena kita nggak akan tau apa yang terjadi di masa depan, walau sedetik. Jangan sampai menyesal kemudian.

Rasa sesal itu yang gue kemarin saat pagi-pagi dengar kabar wafatnya Dwi Koendoro, salah satu kartunis dan animator sepuh legendaris yang negeri ini punya. Pencipta tokoh Sawung Kampret dan komik strip Panji Koming ini selalu gue anggap sebagai guru yang memotivasi diri dalam merealisasikan segala ide liar yang ada di kepala gue. Mungkin rasa sesal itu adalah hikmahnya bagi gue, yang akhirnya gue bagi melalui tulisan gue saat ini.

Berawal dari perkenalan gue dengan Om Dwi Koen melalui putera beliau, W. Ichwandiar Dono, di tahun 1999. Saat itu gue sedang melakukan riset untuk tugas akhir D3 Seni Rupa gue di IKJ: membuat proyek komik. Karena pada saat itu gue sedang gandrung dengan komik Sawung Kampret, akhirnya gue temuilah Om Dwi Koen di rumahnya, di bilangan Bintaro (wah, ya ampun jauhnya pada masa itu).

Di sana gue diterima dengan tangan terbuka oleh beliau dan istrinya. Kami berbincang akrab, dan, asli, gue saat itu senang sekali, sekaligus agak gugup. Bayangin aja, ketemu sama sosok yang menggarap komik strip humor mingguan yang kita suka. Itu sesuatu, guys!

Diperlihatkannya pula ruang kerjanya ke gue. Tempat beliau sering mencari ide, juga tahap pembuatan karya-karya komiknya. Dari beliau, gue akhirnya mengerti pentingnya sistematis kerja. Komik strip yang mungkin kebanyakan dari kita anggap sebagai sesuatu yang sepele, ternyata pun harus diperlakukan sama seperti komik lain yang kita anggap sebagai sesuatu yang besar. Naskah, storyboard, penulisan teks, layout. Semua menentukan baiknya hasil akhir. Semakin semua itu dijalankan sistematis, semakin baik hasilnya. Dan semakin memudahkan si seniman itu sendiri.

Kamis, 22 Agustus 2019, Om Dwi Koen berpulang memenuhi panggilan Allah. Terima kasih atas inspirasinya, Pak Guru. Inspirasi adalah ilmu yang bermanfaat. Dan ilmu yang bermanfaat nilainya abadi.

Dua Puluh Tiga Tahun NAIF

October 22, 2018 by franki
FrankBlog
annaifersary, diary franki, frankblog, naif, naifband

Dua Puluh Tiga Tahun. Untuk manusia, 23 tahun adalah usia yang masih sangat muda. Di usia segitu kita biasanya baru memasuki tahap kehidupan yang penuh tantangan. Usianya lulus kuliah, nyari lowongan pekerjaan, atau saat di mana kita merencanakan pernikahan – atau bahkan bisa jadi usia menikah. Di usia segitu biasanya sudah mulai harus bisa mengatur keuangan sendiri. Baik itu uang yang disisihkan dari orangtua, atau uang hasil keringat sendiri. Tapi untuk sebuah grup musik, usia 23 tahun bukanlah sekedar angka. Itu adalah bukti sebuah perjuangan. Perjuangan untuk hidup dan menghidupi.

NAIF tepat di tanggal 22 Oktober tahun 2018 ini sudah berusia 23 tahun. Alhamdulillah kami sudah berhasil sejauh ini untuk bermain bersama di dalam satu band. Hidup untuk menghidupi diri kami dan keluarga kami. Gue, Jarwo, David dan Emil… kami masing-masing secara pribadi 100% hidup dari penghasilan NAIF. Dari manggung adalah yang terbesar. Sisanya dari royalti yang kami dapat. Kami menabung, kami menikah dan membangun rumah tangga masing-masing, bisa memenuhi kebutuhan sandang-pangan-papan kami, dan Alhamdulillah bisa juga menghidupi “keluarga besar” kami di Manajemen NAIF & BegundalNAIF Teknisi – semua dari hasil NAIF. Kami bangga akan pencapaian ini. Pencapaian yang dihasilkan dari tenaga, cucuran keringat dan tetesan air mata. Suka dan duka.

Selamat dan turut berbahagia untuk mereka, grup musik yang sudah melewati usia yang lebih panjang, seperti God Bless, Slank, dan Dewa. Semoga NAIF bisa berusia panjang pula.

Tahun ini NAIF nggak ngerayain ultah secara spesial. Kami merasa untuk kali ini sepertinya cukup ngerayain #anNAIFersary23 di rumah masing-masing aja bersama keluarga, setelah tahun lalu kami merayakan 22 tahun NAIF sambil ngeluncurin album 7 Bidadari, disusul jadwal panggung yang super-ketat. Tapi kami mendapat hadiah yang sangat menyenangkan dari seorang kawan lama.

Hasief Ardiasyah, mantan jurnalis Rolling Stone Indonesia, adalah salah satu kawan lama NAIF yang cukup kenal kami dengan baik. Secara pribadi Hasief adalah penikmat musik dan penonton konser sejati. Kerap kali Hasief mengumpulkan setlist (daftar lagu manggung) dari si band yang ia tonton. Setlist NAIF tentunya menjadi salah satu koleksinya.

Adalah tahun 2008 waktu itu, saat NAIF merayakan ultah ke-13. Kami merayakannya 2 kali sekaligus; di GKJ (Gedung Kesenian Jakarta) dalam tajuk A Night At Schouwburg (yang direkam secara live dan dirilis dalam doble CD album di tahun 2009 kemudian), dan di Hard Rock Café Jakarta (HRC JKT). Yang paling istimewa bagi gue adalah di show kedua, yang di HRC JKT. Di konser semi tertutup itu kami menghadirkan penampilan yang benar-benar spesial. Ngebawain 21 nomor NAIF yang nggak pernah/nyaris nggak pernah dibawain di panggung. Beberapa di antaranya adalah lagu-lagu yang unrilised – hingga saat ini. Ha Ha!

Kalau elo noticed waktu tahun lalu di peluncuran album 7 Bidadari kami menyuguhkan penampilan spesial 2 babak konser (babak pertama retrospektif album pertama sampai keenam, dan babak kedua membawakan full album ketujuh), maka sesungguhnya penampilan NAIF di HRC JKT tahun 2008 ini jauh lebih langka. Nggak salah kalau Hasief berkomentar “It was A Hardcore NAIF Fan’s Dream Gig”. He he.

Silakan elo nikmati hadiah spesial dari Hasief ini (via Youtube, audio olny), dan juga beberapa foto yang gue bagi di sini, untuk ikut merasakan perjalanan 23 tahun NAIF bermain bersama di dalam satu band.

Terima kasih atas dukungan KawaNAIF selama ini. Terima kasih buat elo semua.

Cheers!

 

[Show slideshow]
44726404_1824928690950002_7635706361929531392_o
44542924_1825581300884741_1560995023233744896_n
M3361S-3034
serang2

serang4
show@bali8
show@mataram12
44633536_1824931914283013_1545139958187032576_n

44522744_1824931117616426_8900969174319235072_n
DSC_0117-copy
DSC_0171
DSC_0017

DSC_0061
DSC_0067
DSC_0075
DSC_0098

7v2
IMG_9496
N 10
IMG_9523

12►

Indonesia Senyum, Pameran Kartun Yang Sukses Bikin Senyum

July 30, 2018 by adin
FrankBlog
diary franki, frankblog, komik

Akhirnya sempat juga mampir ke acara yang penting bagi bro Mice Misrad. Seorang kawan lama, mentor (karena dulu dia juga asisten dosen yang ngajar gue di IKJ), dan rekan kerja saat ini.

“Begini seharusnya pameran kartun diadakan,” mungkin itu kalimat yang tepat untuk ekspresi batin gue saat berkunjung kemarin ke Galeri Nasional Indonesia, di seberang Stasiun Gambir, Jakarta. Atmosfir asiknya tulus. Nggak terasa dibuat-buat. Seadanya, tapi itulah yang bikin jadi keren.

Ide menampilkan tata pamer ruang kerja Mice, juga ruang interaktif, oke sih. Thumbs up untuk Mice, juga Leo Tigor & team, atas upaya mewujudkan acara ini.

Guys, pameran Indonesia Senyum: 20 Tahun Mice Berkarya berlangsung sampai 4 Agustus 2018. Gue jamin, elo keluar dari ruang pamer pun akan penuh dengan senyum.

Bersama Riri Riza, dan Mice himself. Dua orang yang hebat.

Bersama Riri Riza, dan Mice himself. Dua orang yang hebat.




https://www.frankiindrasmoro.com/wp-content/uploads/2018/07/frankblog-20180730-008.mp4
  • 1
  • 2
  • 3
  • »

© 2017 Franki Indrasmoro All rights reserved