• Home
  • FrankBlog
  • FrankNews
  • Music Projects
    • Musik Franki
    • Science In Music
    • FNF
    • Raksasa
      • Raksasa Channel
    • The Time Travellers
  • FranKKomiK
    • BonBinBen
      • BonBinBen 2008
      • BonBinBen 2010
    • KomikNAIF
    • Setan Jalanan
      • Trailer Setan Jalanan
      • Original Sound Track Setan Jalanan – Raksasa
    • Geng Bedug
  • Drawings
    • INKTOBER 2014
    • INKTOBER 2017
    • Doodles
  • Galeri Franki
  • Video
  • FK.com
  • Twitter
  • Soundcloud
  • Instagram

frankblog

Haykaal, Musisi Cilik Pendatang Baru

April 3, 2022 by franki
FrankBlog
diary franki, frankblog, musik

Dari beberapa nama artis penyanyi Sony Music Entertainment Indonesia (SMEI) yang gue bantu proses produksi audio dan visualnya selama beberapa waktu belakangan, projek lagu anak inilah yang saat ini gue jadikan kebanggan gue.

Haykaal, nama artis penyanyinya. Seorang musisi cilik yang berbakat.
Dikontrak menjadi artis SMEI sejak tahun 2020 dan ditargetkan untuk menjadi debut artisnya sub-label khusus lagu dan hiburan anak yang bernama LULULALA. Sejak gue bergabung di SMEI tahun lalu, projek Haykaal — atas nama hal teknis — selalu mengalami pemunduran jadwal. Sedangkan secara fisik, Haykaal yang kini telah menginjak usia 13 tahun bisa dibilang sudah nggak lagi anak-anak. Ia sudah memasuki fase pra-remaja. Hal inilah yang membuat gue “paksakan” Haykaal untuk segera realisasikan debutnya.

Sekaligus juga sebagai tanda atas lahirnya LULULALA, debut single Haykaal yang berjudul #HatiGembira (cipt. A.T. Mahmud) telah dirilis tanggal 25 Maret lalu. Silakan nikmati di semua platform digital kesayangan, dan perdengarkan lagunya ke anak-anak kalian, adik-adik, atau keponakan. 🙂

https://haykaal.lnk.to/HatiGembira

Haykaal juga seorang multi-instrumentalist. Selain menyanyi, dalam lagu ini Haykaal juga yang mengisi drum, piano, gitar, harmonika dan pianika. Terlihat melalui video ini saat proses rekamannya.

Sesuai visi dan misi LULULALA, Haykaal dalam lagu ini gue konsepkan sebagai seorang kakak yang mengajak adik-adiknya untuk bernyanyi dan menari dengan hati yang gembira.
Video musik Haykaal – Hati Gembira akan segera tayang di YouTube.

https://www.frankiindrasmoro.com/wp-content/uploads/2022/04/haykaal-video.mov

SAATNYA MERENDAH, BUKAN JADI RENDAHAN

January 3, 2022 by adin
FrankBlog
diary franki, frankblog

Setiap pergantian tahun, selalu kita terdorong untuk mengevaluasi dan meresolusi. Itu hal alami, karena manusia secara natural menginginkan perbaikan dalam hidupnya.

Semua yang terjadi di tahun 2021 gue anggap sebagai titik balik gue sebagai manusia berkesenian. Selepas dari NAIF pada kuartal akhir tahun 2020 membuat gue untuk memulai sesuatu yang baru bagi karir gue di dunia musik. Membangun kembali projek solo Frank N’ Friends (FNF) melalui single Jangan Ganggu bersama Rona Anggreani dan Vania Aurell, membangkitkan kenangan gue saat dulu awal-awal merintis NAIF. Lalu, momen ketika anak gue sakit demam berdarah sekitar bulan Juli silam dan peristiwa wafatnya ayah gue pada bulan Agustus 2021 menjadi sebuah pengingat gue untuk tidak pernah lupa kepada Tuhan dan selalu mensyukuri nikmat-Nya.

Dan Alhamdulillah, gue pada akhirnya menginjakkan kaki gue ke salah satu museum terkeren di Indonesia (bagi gue), yaitu Museum Basuki Abdullah, waktu itu, sekitar pertengahan Desember 2021. Jadi ceritanya gue diajak untuk hadir membuka sebuah pameran illustrasi yang merupakan karya-karya mahasiswa DKV IKJ, mengucapkan sepatah-dua patah kata sambutan. Keren banget karya-karya mereka.

Highlight-nya adalah, tahun 2021 mengajarkan gue untuk bisa kembali merendahkan hati gue dan lebih mau bertukar ilmu dengan orang lain, baik itu yang lebih tua maupun yang lebih muda. Ah, ya! Gue pun akhirnya potong rambut di tahun 2021. Hahaha! Sekitar bulan November, kalau nggak salah.

Kehidupan masa lalu gue di antara gemerlap lampu panggung dan status figur publik, sedikit-banyak, secara sadar maupun tidak, membuat gue cenderung mengangkat dagu dan selalu berkacamata hitam. Kemudian ketika pandemi datang pada bulan Maret 2020, kehidupan berubah dalam sekejap. Kita semua tentu kaget dengan situasi itu. Berbagai kegiatan terhenti. Banyak yang kehilangan pekerjaan, dan juga kehilangan nyawa. Semua terdampak. Nggak ada yang lolos dari ancaman ini. Alam seakan mengingatkan kita, para manusia, untuk tidak sombong. Semua orang dituntut untuk bertahan. Ini adalah seleksi alam.

Gue, juga para seniman lain, seperti dipecut supaya lebih kreatif dan bekerja keras untuk hidup. Ketika gue putuskan untuk nggak lagi berada dalam band NAIF, satu-satunya sumber pendapatan gue selama lebih dari 20an tahun, gue pun merasa perlu mengasah otak lebih keras untuk menghidupi keluarga gue. Itu adalah tanggung jawab gue. Artinya, gue harus mulai bekerja dan menanggalkan sebagian idealisme gue sebagai seniman – setidaknya untuk beberapa saat. Karena gue yakin jelas, kalau gue bukan pedagang. Gue harus tetap berada di dunia kreatif. Itu sepertinya semacam bagian dari idealisme gue yang nggak bisa ditawar.

Singkat cerita, setelah selama setahun lebih pandemi berlangsung dan gue mencari peruntungan dari projek ke projek, baik di musik bersama FNF, juga di industri komik bersama FranKKomiK, akhirnya gue pun lelah. Di awal tahun 2021, gue angkat bicara ke teman-teman dari beberapa label rekaman, untuk mengadakan kerjasama sebagai produser musik. Namun angin pada akhirnya membawa gue bekerja di Sony Music Entertainment Indonesia (SMEI), salah satu label besar, sebagai Artist & Repertoire (A&R) Manager. Aktif per September 2021. Jujur, ini adalah sebuah langkah besar bagi gue. Sejak muda, gue belum pernah berstatus sebagai karyawan kantoran. Dulu gue pernah bekerja di beberapa production house dan advertising agency, sejak sekitar tahun 1999 sampai 2001. Tapi freelance, alias paruh waktu. Artinya, kini gue terikat dengan kode-kode etik dan peraturan perusahaan.

Dan lagi, sebagai A&R di label rekaman, berarti tugas gue adalah mengurusi orang lain (baca: artis-artis Sony Music). Padahal sebelum-sebelumnya gue yang menjadi pihak yang diurus oleh banyak orang.

“Apa Mas Pepeng bisa melepas jubah keartisan Mas selama bekerja di Sony?”, gue ingat banget saat pertanyaan ini terlontar dari Mas Munna, General Manager SMEI, dalam sebuah sesi wawancara kerja.

Tentu saja gue jawab, “Bisa”, karena gue sudah sadar sebelumnya bahwa gue memang harus bisa melakukan itu. Toh, merendah bukan berarti gue menjadi orang rendahan. Malah di sini gue bisa memperluas wawasan dan pergaulan.

Sementara itu, apa yang terjadi dengan usaha gue di bidang komik? Well, FranKKomiK masih tetap ada, dan produksi komik masih terus berjalan. Hanya saja gue dan Baja, partner gue, harus menurunkan perseneling ke gigi rendah. Jalan santai. Dan ada sedikit perubahan model bisnis FranKKomiK ke depannya nanti. Untuk hal ini akan gue ceritakan di episode khusus FrankBlog mendatang.

Apa pelajaran dari sini, guys? Yang gue pelajari adalah, kita harus tau batas kemampuan kita. Setiap kita memiliki batas yang berbeda, sesuai tingkatan ilmu dan pemahaman kita akan cara kerja semesta. Kita pun nggak bisa selalu mengikuti ego kita. Kita juga harus peka untuk pelajari situasi, dan mau berdamai dengan kenyataan.

Menyenangkan bisa berbagi ilmu dengan seniman-seniman musik yang lebih muda, bahkan kadang membuka silaturahim dengan teman-teman lama musisi yang sudah lama terputus. Pastinya juga menambah pertemanan. Berkolaborasi untuk satukan frekwensi.

Yuk, kita ngobrol-ngobrol! Banyak nih, yang bisa kita kerjakan!

Gue bersama tim A&R Sony Music Entertainment Indonesia, Andrey Noorman (tengah), dan Edward Christanto (kiri, bertopi)

Gue bersama tim A&R Sony Music Entertainment Indonesia, Andrey Noorman (tengah), dan Edward Christanto (kiri, bertopi)

SAMPAI NGGAK TAU MAU KASIH JUDUL APA

August 12, 2021 by adin
FrankBlog
diary franki, frankblog

Bingung. Sedih.

Campur-aduk rasanya, itu yang terjadi dalam benak gue sekarang. Sore tadi sekitar waktu maghrib, ada telpon masuk dari kakak gue. Dia mendapat kabar dari Semarang.

“Papa meninggal,” katanya.

Papa. Ayah gue. Wafat di usia 79 tahun. Kepergiannya cepat sekali, menurut penuturan istrinya. Ibu tiri gue. Bu Ita, kami memanggilnya.

“Beberapa hari belakangan memang Papa nggak mau turun dari kasur,” kata Bu Ita, “Tapi tetep mau makan-minum. Cuma seharian ini Papa nggak mau makan.”

Sudah sekitar delapan tahun terakhir kondisi kesehatan Papa memang mulai terganggu. Dan di akhir pertemuan kami awal tahun 2020 lalu, Papa semakin terlihat payah berjalan, dan mulai pikun. Di situlah hati gue tersentuh.

Sedikit kilas-balik. Ketika Papa tau kalo gue serius ngeband, dulu, Papa nggak terlalu mendukung. Responnya selalu sinis saat gue ceritakan tentang kegiatan bermusik gue bareng NAIF. Lambat-laun begitu karir NAIF menjanjikan dan bisa menafkahi gue, Papa terlihat mulai tenang dan bisa menerima kenyataan. Namun, tetap, di sisi lain, sejauh apapun gue coba untuk mendekatkan diri dengan Papa, masih ada rasa canggung. Begitupun Papa. Karena memang sejak Papa pisah dengan Mama, hubungan kami nggak harmonis. Papa, gue dan kakak-kakak gue. Saat itu gue masih kelas 1 SD. Apalagi pekerjaan Papa membuatnya harus sering berpindah dari satu kota ke kota lain. Gue anak terakhir, by the way, dan cowok satu-satunya.

Keadaan mulai menemukan titik-balik saat gue bercerai dengan istri gue dulu. Sempat ada masa gue singgah ke rumah Papa di Semarang, kampung halaman beliau dan sekaligus menjadi tempatnya menikmati masa pensiunnya. Di sana kami sama-sama mencoba untuk memperbaiki hubungan. Dan tampak berhasil. Waktu itu tahun 2010, kalo nggak salah. Sejak itu, setiap kali NAIF manggung di Semarang, gue selalu sempatkan ketemu Papa. Termasuk ketika gue udah menikah lagi, sering gue ajak istri gue mampir ketemu Papa dan keluarganya, saat NAIF ke Semarang.

Ada satu lagi momen berkesan gue dengan Papa. Suatu saat NAIF tour, dari Semarang mau ke Cirebon. Karena gabut, Papa minta ikut ke Cirebon. Hehehe. Di situlah gue alami saat-saat bahagia bersama sosok seorang ayah yang gue rindukan. Tidur sekamar bareng, jalan-jalan, bercanda-ria. Sial, mata gue berkaca-kaca saat nulis ini!

Hubungan Papa dengan para personil NAIF pun cukup dekat. Papa hapal nama-nama setiap personil NAIF, dan sering pula bercanda dengan mereka. Senang rasanya.

Kembali ke masa kini. Hari ini, Kamis, 12 Agustus 2021. Papa harus pergi dari dunia ini. Sudah dipanggil Allah SWT sore tadi. Dan kini hati gue campur-aduk.

Sedih, karena nggak bisa melayat langsung ke Semarang, akibat masa PPKM yang terus diperpanjang di masa wabah Covid-19 ini; dan propinsi Jawa Tengah, terutama Semarang, saat ini masih tergolong sebagai Zona Merah. Marah, karena beberapa hari terakhir ini gue selalu mengundur waktu ketika terfikir untuk menelpon Papa.

Cuma doa yang bisa gue kirim. Semoga Papa mendapat akhir yang baik, dan Allah ampuni dosa-dosanya, serta tempatkan beliau di sisi-Nya. Tempat yang sebaik-baik tempat.

Ada rasa syukur juga, Papa cepat sekali perginya. Semoga benar, nggak ada rasa sakit dan nggak ada derita.

Maafkan anakmu ini, Pa. Semoga Pepeng sudah memberi kebahagiaan di masa hidupmu.

KETIKA SEMUA MASIH HARUS PENUH KEWASPADAAN

June 24, 2021 by adin
FrankBlog
covid-19, diary franki, fnf, frank n' friends, frankblog, musik, pandemi, promo

Situasi sedang nggak aman lagi. Lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia – dan Jakarta khususnya – tinggi lagi. Untungnya semua kegiatan promo Frank N’ Friends (FNF) udah selesai, tinggal nunggu tayang aja.

Sejak perilisan single Jangan Ganggu tanggal 2 Juni lalu, gue dan Taufiq (manajer FNF) udah atur jadwal-jadwal promo FNF yang cukup ketat. Dimulai dari talkshow di kontennya Jimi X Malau, Ngobryl’s; lalu disusul mampir ke Interlude, podcast milik Ricky Rahim yang tayang di aplikasi NOICE; shooting untuk konten Indomusikgram, interview di podcast-nya Anto Arief bersama AMvibe yang tayang di Spotify, dan terakhir shooting dan interview untuk konten Gen On Track milik Gen FM. Semua dilakukan dalam 2 pekan full. Sekitar sehari setelahnya nongol berita pelonjakan signifikan kasus penularan Covid-19 secara masif di Indonesia yang mengakibatkan diberlakukannya lagi PPKM mikro oleh pemerintah.

Ngobrol di podcast-nya Anto Arief bersama AMvibe, 6 Juni 2021. Bicara banyak soal masa-masa menyenangkan bersama NAIF dan rencana gue di masa depan. Podcast-nya udah bisa didengerin di Spotify, guys.
Ngobrol di podcast-nya Anto Arief bersama AMvibe, 6 Juni 2021. Bicara banyak soal masa-masa menyenangkan bersama NAIF dan rencana gue di masa depan. Podcast-nya udah bisa didengerin di Spotify, guys.
Ngebawain lagu Jangan Ganggu versi akustik di Indomusikgram, tanggal 9 Juni lalu. Tinggal tunggu aja tanggal tayangnya.
Ngebawain lagu Jangan Ganggu versi akustik di Indomusikgram, tanggal 9 Juni lalu. Tinggal tunggu aja tanggal tayangnya.

Di sisi gue sendiri pun, banyak kabar berdatangan, saudara dan teman-teman terinfeksi Covid. Beberapa di antaranya bergejala cukup berat. Bikin gue juga harus tarik rem darurat lagi untuk segala kesibukan di luar rumah.

By the way, Ngobryl’s edisi gue yang ngebahas banyak tentang FNF sudah tayang, guys. Begitu juga program Interlude-nya NOICE dan podcast-nya Anto Arief. Sekarang tinggal nunggu tayangnya Indomusikgram dan Gen On Track.

Senang banget akhirnya bisa bawain lagu Virusku bareng Abdul.
Senang banget akhirnya bisa bawain lagu Virusku bareng Abdul.
Tanggal 2 Juni 2021 bersama Rona dan Vania Aurell, di kafe Tokyo Town, Jakarta, saat perilisan single Jangan Ganggu.
Tanggal 2 Juni 2021 bersama Rona dan Vania Aurell, di kafe Tokyo Town, Jakarta, saat perilisan single Jangan Ganggu.

Satu Hal, bareng Arief Bakrie. Masih perlu penyesuaian banget tampil main gitar.
Satu Hal, bareng Arief Bakrie. Masih perlu penyesuaian banget tampil main gitar.
Latihan perdana FNF, 6 Juni 2021, tanpa Ipang. Ini adalah sesi latihan akustik untuk penampilan FNF di programnya Gen FM yang bernama Gen On Track.
Latihan perdana FNF, 6 Juni 2021, tanpa Ipang. Ini adalah sesi latihan akustik untuk penampilan FNF di programnya Gen FM yang bernama Gen On Track.

Omong-omong soal kegiatan di luar rumah selama pandemi ini, gue secara pribadi tekankan ke Taufiq bahwa gue sangat berusaha menjaga protokol kesehatan (prokes) secara ketat. Jadi, dalam pemunculan di mana pun pasti gue akan memakai masker. Bahkan sampai pun ada terjadi foto bareng, gue akan tetap masked on. Itu adalah syarat mutlak. Selain karena memang gue sangat concern dengan kasus Covid ini, gue juga pengen ngasih contoh ke teman-teman semua, terutama yang punya konten podcast atau YouTube, bahwa sebetulnya bisa kok kita jalanin konten kita tanpa abai prokes. Masih tetap bisa kelihatan cakep dan keren kok, walau bermasker. Kalau disertai tes swab antigen sebelum ngonten, itu lebih afdol lagi.

Bersama Ricky Rahim, announcer untuk podcast Interlude, dan produser acaranya, Shaviera Amelia, 9 Juni 2021 di kantor NOICE. Udah bisa didengerin juga obrolan seru bareng bang Ricky ini, di aplikasi NOICE.
Bersama Ricky Rahim, announcer untuk podcast Interlude, dan produser acaranya, Shaviera Amelia, 9 Juni 2021 di kantor NOICE. Udah bisa didengerin juga obrolan seru bareng bang Ricky ini, di aplikasi NOICE.
Akhirnya! Tampil bareng mereka! Puas banget bisa bawain 3 single jagoan FNF, Satu Hal, Virusku dan Jangan Ganggu. Walau tampil minimalis demi kepentingan promo, gue jabanin aja. Waktu itu tanggal 18 Juni, di kantor Gen FM.
Akhirnya! Tampil bareng mereka! Puas banget bisa bawain 3 single jagoan FNF, Satu Hal, Virusku dan Jangan Ganggu. Walau tampil minimalis demi kepentingan promo, gue jabanin aja. Waktu itu tanggal 18 Juni, di kantor Gen FM.
Benar-benar butuh penyesuaian, main gitar sambil bernyanyi.
Benar-benar butuh penyesuaian, main gitar sambil bernyanyi.

Sejak awal pandemi, gue perhatikan satu-persatu teman-teman musisi – atau siapapun yang tadinya bergerak di bidang musik – mencari peruntungan di dunia digital dengan membuat konten YouTube atau podcast, dunia yang awalnya mungkin nggak mereka pikirkan sama sekali untuk digeluti. Bahkan kini bisa dibilang mulai merebut ranah pekerjaan content creators aslinya. Gue nggak punya masalah apapun tentang itu. Tapi sayangnya gue perhatikan nggak sedikit di antara mereka yang mengabaikan prokes selama melakukan kegiatan itu. Berkumpul (kadang membentuk kerumunan tanpa jaga jarak), masker nggak dipakai dengan benar – bahkan kadang nggak pakai masker. Sangat rentan penularan virusnya.

Gue suka banget karakter vokalnya Aurell. Dengan dukungan penuh, masa depan karir bermusik Aurell akan cerah. Apalagi ia punya bekal bisa main gitar dan menulis lagu sendiri.
Gue suka banget karakter vokalnya Aurell. Dengan dukungan penuh, masa depan karir bermusik Aurell akan cerah. Apalagi ia punya bekal bisa main gitar dan menulis lagu sendiri.
Satu Hal bukan lagu yang sulit. Sama sekali bukan. Tapi untuk menyanyikannya juga nggak semudah itu.
Satu Hal bukan lagu yang sulit. Sama sekali bukan. Tapi untuk menyanyikannya juga nggak semudah itu.
Rona juga penuh bakat. Suaranya lantang dan cocok untuk menyanyi rock. Hanya perlu lebih tingkatkan pede aja, dan dapatkan lagu yang bagus untuk dia.
Rona juga penuh bakat. Suaranya lantang dan cocok untuk menyanyi rock. Hanya perlu lebih tingkatkan pede aja, dan dapatkan lagu yang bagus untuk dia.

Hal itulah yang bikin gue selama tahun lalu sering menolak ajakan teman-teman untuk hadir mengisi konten mereka sebagai narasumber. Menolak dengan sopan, pastinya. Gue bilang ke mereka, jujur, gue nggak berani. Gue harus jaga keluarga dan orang-orang terdekat dari paparan virus siluman ini. Tapi ketika pandemi ini ternyata dikasih izin Tuhan untuk extra time, seiring dengan bubarnya NAIF yang menghebohkan jagad raya itu dan FNF harus merilis single baru, mau nggak mau gue harus nongol ke permukaan. Gue nggak bisa lagi santai saat merilis single kayak tahun lalu. Gue harus jalankan FNF dengan benar. Harus maintain promonya dengan baik. Harus bangun manajemen khusus. Semua pemikiran itu membuat gue harus mengalah dengan keadaan. Oke, gue harus keluar dari rumah, nih, tapi tentunya harus jaga prokes ketat. Begitu kira-kira kata gue dalam hati.

Gue perhatikan, Rona masih agak malu-malu untuk bicara di depan publik, terutama media. Jadi seringkali apa yang sudah direncanakan di kepala, output-nya nggak sesuai harapan. Hehe.
Gue perhatikan, Rona masih agak malu-malu untuk bicara di depan publik, terutama media. Jadi seringkali apa yang sudah direncanakan di kepala, output-nya nggak sesuai harapan. Hehe.
Aurell jauh lebih outgoing saat bicara di media. Tapi juga seringkali meleset dari konsep. Haha! Wajar, masih muda. Perlu berproses banyak.
Aurell jauh lebih outgoing saat bicara di media. Tapi juga seringkali meleset dari konsep. Haha! Wajar, masih muda. Perlu berproses banyak.

Intinya, guys, gue mau ajak kalian untuk sama-sama kita jaga diri dan orang lain. Apapun jenis kegiatan kita, di mana pun dan kapan pun, jaga protokol kesehatan. Kita semua tau, pemerintah tampak kelimpungan ngadepin pandemi Covid ini, dan banyak blunder juga dalam kebijakan mereka. Tapi kitanya jangan jadi mengambinghitamkan pemerintah juga. Akui aja kalau banyak dari kita yang juga memang bandel dan malas. Nggak terbiasa pakai masker. Terbiasa nongkrong dan ngumpul. Hilangkan dulu ego, biar semua lekas berlalu. Dan jangan lupa vaksinasi diri.

Stay safe.

Gue sangat puas mempertemukan Rona dan Aurell di lagu Jangan Ganggu. Ada beberapa komentar yang anggap gue memaksakan mereka masuk dalam lagu ini. Well, kita nggak bisa memuaskan semua orang. Lagu Jangan Ganggu memang jadi unik bersama mereka berdua. Pasti akan ada yang nggak suka. Wajar.
Gue sangat puas mempertemukan Rona dan Aurell di lagu Jangan Ganggu. Ada beberapa komentar yang anggap gue memaksakan mereka masuk dalam lagu ini. Well, kita nggak bisa memuaskan semua orang. Lagu Jangan Ganggu memang jadi unik bersama mereka berdua. Pasti akan ada yang nggak suka. Wajar.

TIME TO GO OUT

March 21, 2021 by adin
FrankBlog
diary franki, fnf, frankblog, musik

Salam, guys. Semoga elo dan keluarga sehat semua. Alhamdulillah, gue dan keluarga sejauh ini sehat. Setahun lebih sekian hari sudah kita lewati masa pandemi Covid-19 ini. Gimana kehidupan lo? Udah mulai berani keluar rumah, beraktifitas seperti normal adanya? Kalo memang udah mulai keluar rumah, jangan lupa untuk selalu jaga protokol kesehatan, ya.

Gue sendiri masih di rumah aja selama ini. Dalam setahun sangat bisa dihitung aktifitas gue di luar rumah. Yang rutin palingan ke rumah anak gue (sekitar 14 hari sekali), sisanya di rumah aja. Selain memang untuk menjaga keamanan diri gue dan keluarga, kebetulan memang pekerjaan-pekerjaan gue bisa dikerjakan di rumah. Baik itu pekerjaan komik, atau musik. Sering gue merasa beruntung punya kesibukan yang bisa dilakukan di rumah; dan gue salut sekali dengan mereka yang bekerja keluar rumah di masa yang nggak aman ini. Semoga kita semua diberkati dengan kemudahan dan perlindungan.

Omong-omong soal keluar rumah, sepertinya dalam minggu ini gue akan bekerja di luar rumah untuk pertama kalinya, melakukan rekaman proyek musik gue, FNF (Frank N’ Friends). Yes, gue semangat banget ngelakuin ini!

Jadi FNF berencana akan merilis single kelima, guys. Semoga sekitar Juni nanti. Setelah beberapa waktu lalu udah nyetor tabungan empat single di platform-platform digital, gue merasa sepertinya pertengahan tahun 2021 adalah saat yang pas untuk setor satu lagu lagi. Seperti single keempat lalu yang berjudul Virusku (featuring Abdul & Horas dari The Coffee Theory), single berikut FNF kebanyakan direkam secara jarak jauh. By remote, kalo istilah jaman sekarang.

Untuk rekaman kali ini gue diperbantukan Dodit, pemain bass lagu Stupid Jazz Players-nya FNF, yang juga ngeband bareng gue di RAKSASA; dan Ria Antika, istri Dodit yang juga seorang pemain drum. Mereka berdua juga bikin proyek musik yang bernama Seruang. Cek karya-karya mereka deh.

Sedangkan gitar dimainkan oleh mas Turi Ismanto, gitaris grup progressive rock Pendulum.

Terima kasih kepada teknologi yang memudahkan proses rekaman ini. Gue memonitor dari rumah untuk semua isian Ria, Dodit dan Turi. Mereka pun merekam instrumen mereka dari kediaman mereka masing-masing. Nah, sedangkan untuk rekam vokal utama nanti sepertinya gue perlu memantau langsung. Beda dengan lagu-lagu FNF sebelumnya, vokalis di single kelima ini adalah dua orang anak muda perempuan yang gue baru kenal – walaupun udah cukup tau karakter mereka saat dengarkan demonya. Dan lagi, mereka pun merasa perlu kehadiran gue untuk mengarahkan. Jadi, saatnya gue beranikan diri keluar rumah.

Satu lagi perbedaan unik di single berikut FNF; yaitu, nggak ada permainan drum gue sama sekali. Nggak kayak yang sebelum-sebelumnya. Hehehe. Di sini gue murni bertindak sebagai produser, songwriter, dan music director. Unik, kan?

Sayangnya gue belum bisa kasih tau siapa para vokalisnya. Yang pasti ini adalah sebuah tantangan yang seru! Tunggu aja informasi selanjutnya di www.fnfproject.com, guys.

Cheers!




GIMANA DONG?

February 1, 2021 by adin
FrankBlog
diary franki, frankblog

Headline berita pagi ini mengatakan kalau penanganan Covid di India lebih baik dari Indonesia, sementara penduduk mereka 5 kali lipat lebih tinggi dari negara kita ini. India mampu menambah ribuan lab dalam sekejab, juga mengadakan 5,2 juta tes setiap minggu. Luar biasa! Belum lagi gue sempat lihat video yang viral beberapa hari lalu tentang bagaimana ketatnya razia pemakaian masker di India dan beberapa negara Asia lainnya. Di situ gue lihat, di India, polisi yang merazia diperlengkapi sebilah rotan. Jadi siapa ketahuan nggak pakai masker, selamat menikmati gebukan sayang dari pak polisi. Apa kabar di Indonesia? Bantuan sosial dikorupsi Menteri Sosial, nggak berani lockdown (dulu di masa awal kasus Covid masuk) karena pemerintah “mengaku” nggak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya apabila lockdown. Gimana dong?

Sementara kemarin gue baca headline di beberapa portal berita, Presiden Jokowi (lagi-lagi) kesal karena program PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) terasa kurang efektif. Sekitar bulan lalu gue sempat baca beliau juga sempat marah karena PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) nggak dinilai efektif. Padahal di sisi sebagian masyarakat dan epidemiolog sudah sejak lama merasa kedua program pemerintah tersebut memang nggak efektif. Gimana dong?

Pagi tadi gue dikabari mas kontraktor yang sedang bersiap merenovasi rumah gue kalau ada sedikit masalah. Dua pekerjanya tiba-tiba ngabarin kalau mereka ada di kampung dan minta ongkos untuk datang ke lokasi proyek. Padahal sekitar 4 hari lalu sewaktu survey rumah gue, setelahnya, si mas arsitek gue tersebut sudah menyiapkan tempat untuk mereka menginap sampai waktu kerja (hari ini). Tapi mereka yang berinisiatif untuk pulang kampung tanpa bilang-bilang. Sekarang saat tiba waktunya untuk kerja, mereka malah masih di sana dan minta ongkos untuk datang ke sini. Gimana dong?

Jadi gue baru pindah rumah sekitar beberapa bulan lalu. Alhamdulillah, sebelum dunia carut-marut digerogoti virus Corona penyebab wabah Covid-19, gue sempat membeli rumah, tahun 2018. Sebelumnya, sekitar 6 tahun mengontrak. Tapi sayang, hasil pembangunan rumah gue banyak yang nggak memuaskan. Kurang cakap, sepertinya, tim pekerja waktu itu. Akhirnya diatur waktunya untuk beberapa perbaikan. Tadinya mau pakai pekerja dari gue. Tapi ternyata mas pekerja yang gue mau pakai jasanya, mangkir di hari saat proyek akan dijalankan. Akhirnya diganti dengan tim pekerja dari pihak kontraktor gue. Eh, kejadiannya malah kayak yang tadi gue ceritakan. Gimana dong?

Beberapa waktu lalu dapat kabar dari istri gue kalau akang yang ikutan bekerja di proyek pembangunan rumah gue nge-chat ibu mertua gue. Minta kerjaan. Padahal hasil kerjanya waktu itu sangat mengecewakan, dan istri gue terang-terangan nunjukin sikap nggak suka dengan pekerjaannya.

Istri gue juga sempat mendapat chat dari mbak asisten rumah tangga yang pernah kerja di rumah gue, sebelum pindah ke rumah baru. Minta kerjaan. Waktu itu di masa awal pandemi, si mbaknya memang pernah minta ijin pulang kampung. Takut Corona, katanya. Dia janji, kalau gue dan istri udah pindahan, dia akan balik lagi kerja sama kami. Tapi pas gue udah pindah, istri gue hubungi si mbaknya, nggak pernah ada balasan sama sekali. Mangkir pula, ternyata. Setelah berbulan-bulan kami akhirnya putuskan nggak usah pakai tenaga asisten rumah tangga, eh, si mbaknya nongol. Minta kerjaan. Gimana dong?

Kasus-kasus di atas – bagi gue – jelas menunjukkan, bahwa memang ada yang nggak beres dengan mental kita (baca: orang-orang Indonesia). Secara global. Revolusi Mental yang dikoar-koar saat kampanye Jokowi di masa periode pertamanya sebagai calon presiden NKRI tercinta terasa seperti slogan semata. Memang, negara kita ini kaya akan slogan. Suka akan singkatan. Bermacam slogan dan singkatan digadang untuk mengkampanyekan sesuatu. Tapi sayangnya nihil saat eksekusi.

Terlalu renggang gap, dan terlalu tinggi tingkat ketimpangan ekonomi, sehingga menimbulkan banyak kasus kecemburuan sosial.

“Elo kan banyak duit,” ucap Si Miskin, “Elo pasti butuh gue. Mana, sini duit lo?! Kasih gue! Gue butuh nih! Seratus ribu mah buat elo nggak ada apa-apanya, kan? Buat gue, berarti banget buat makan dan ongkos!”

“Woy, mobil!” hardik Si Miskin, “Kasih lewatlaaah motor-motor kayak gue ini! Buru-buru kerja nih! Elu mah enak, macet-macet masih adem kena AC! Macetnya juga gara-gara kebanyakan mobil?!”

“Elo! Pokoknya, gue nggak mau tau, ya?!,” kata Si Kaya, “Lo kelarin dah tuh kerjaan! Kalo nggak kelar, nggak gue bayar!”

“Mas, dibayarnya minggu depan, ya? Saya masih ada urusan bayar-bayar yang lain dulu.” ujar Si Kaya kepada Si Miskin yang sudah menyelesaikan pekerjaannya.

Yang Kaya sering semena-mena kepada yang Miskin; yang Miskin akhirnya membalasnya dengan sikap semena-mena versi dia. Kalau begini terus, nggak selesai-selesai dong?

Sama aja kayak kasus Covid di Indonesia. Nggak akan selesai selama sikap kita masih dipertahankan seperti ini. Selama mental kita masih seperti ini. Masyarakatnya egois. Nggak mau pakai masker dan jaga jarak dengan alasan nggak nyaman, atau dengan alasan (sesederhana) nggak percaya bahwa Covid itu ada. Nggak mau disuruh-suruh. Padahal dengan sikap seperti itu, bisa akan membuat orang-orang di sekitarnya terpapar Covid. Apalagi dengan semakin banyaknya kasus orang tak bergejala.

Kita perlu untuk berfikir lagi, sudah sampai mana tingkat kepedulian kita terhadap sesama. Nggak usah mikirin antar sesama makhluk ciptaan Tuhan dulu deh. Pikirin aja dulu antar sesama manusia. Kalau kita ngerasa selama ini belum punya kepedulian yang tinggi terhadap sesama manusia, coba benahi sikap ini. Ini juga berlaku untuk diri gue, pastinya.

Selama ini banyak ahli ilmu agama selalu mengingatkan kita untuk banyak berdoa dan memohon ampun kepada Tuhan. Pandemi Covid ini adalah peringatan dari Tuhan kepada kita untuk mengingat-Nya. Lalu gue pikir-pikir lagi, apakah itu cukup? Apakah cukup hanya dengan berdoa, minta ampun, dan berdoa terus?

Nggak.

Kita sering lupa bahwa beribadah itu nggak melulu tentang berdoa. Beribadah itu nggak melulu tentang hubungan kita dengan Dia. Peduli dan saling mengasihi terhadap sesama, itu juga ibadah. Memakai masker karena peduli orang lain, itu ibadah. Menjaga jarak di masa wabah ini, itu juga ibadah. Stay at home dan mengikuti perintah pemimpin kita, itu ibadah.

Come on, guys. Katanya Indonesia itu negara beragama? Katanya Indonesia masyarakatnya gotong-royong? Saling peduli, itu bentuk keberagamaan loh. Saling melindungi satu sama lain adalah juga salah satu bentuk kegotongroyongan, guys.

Kemarin-kemarin mungkin sebagian dari kita masih punya pembenaran diri, “Yah, setidaknya masih ada negara lain yang lebih ca’ur dari kita.”

Tapi, apa iya kita perlu berkaca dari yang lebih ca’ur? Berkaca, ya, dengan yang lebih baik, dong! Biar termotivasi untuk lebih baik!

Sekarang Indonesia sudah menjadi negara nomor 1 yang tingkat kasus Covid-nya tinggi se-Asia. Gimana dong?

KOMIK SETAN JALANAN: JOSEPHINE ADHIBRATA DAN LATAR BELAKANG PENCIPTAANNYA

July 5, 2020 by adin
FrankBlog
diary franki, frankblog, setan jalanan

Menurut penjelasan gue dan Baja di video ini sudah jelas sekali kalau semua proyek buku komik yang diproduksi FranKKomiK diundur jadwal perilisannya ke tahun 2021. Semua berhubungan dengan pandemic Covid-19 ini, yang hingga kini masih melanda dunia.

Tapi melalui FrankBlog kali ini, gue nggak mau ngomongin soal Covid-19. Kali ini gue mau bicara soal Josephine Adhibrata, salah satu tokoh utama di cerita Setan Jalanan. Untuk elo yang sudah membaca komik Setan Jalanan, cerita yang manapun itu, pasti elo nggak akan menafikan eksistensi dari sosok perempuan ini, yang sering dipanggil Madam Jo oleh Kelana. Karena memang Jo sangat menarik.

Setelah peluncuran trilogi komik Setan Jalanan 2014 silam, banyak pembaca – terutama cowok – yang tertarik dengan Jo. Dan beberapa di antaranya bahkan beraharap ada hubungan khusus antara Kelana dengan Jo. Sampai suatu saat gue sengaja menggambar adegan yang “memancing” (lihat gambar di bawah). He he he. Sekedar untuk memanjakan mata mereka aja.

Josephine Adhibrata adalah perempuan berketurunan Tionghoa. Anak seorang pengusaha raksasa suku cadang motor di Indonesia. Ayahnya tewas dalam sebuah kecelakaan mobil saat Jo berusia 13 tahun. Beranjak remaja, Jo memiliki kecurigaan ayahnya tewas karena dibunuh. Dan benar saja, memang ayah Jo dibunuh (semua bisa kamu baca di trilogi komik Setan Jalanan).

Jo dalam trilogi komik Setan Jalanan berusia 35 tahun. Sementara Kelana – pemuda di balik kostum Setan Jalanan – berusia 23 tahun. Hubungan Jo dan Kelana sangat unik. Pada dasarnya Jo adalah dosen yang mengajar di kampus tempat Kelana berkuliah. Namun sejak Kelana beraksi sebagai Setan Jalanan dan Jo menjadi partnernya, hubungan mereka menjadi lebih dekat dari sekedar dosen dengan muridnya. Bahkan lebih dekat dari partner kerja.
Hubungan asmara? Hmmm. Gue belum tentukan apakah hubungan mereka bakal berkembang ke arah sana sih. Tapi, kita lihat aja nanti.

Pada awal gue kreasikan semesta cerita Setan Jalanan di sekitar tahun 2003 nggak terbersit sama sekali untuk menampilkan karakter perempuan sebagai tandemannya Kelana. Tapi di tengah jalan, pas gue baca draft pertama naskah gue lagi, rasanya agak terlalu umum banget kalau jagoannya Kelana sendirian. Beraksi solo kayak jagoan-jagoan jaman dulu. Serba bisa. Nggak, nggak. Sangat nggak manusiawi, pikir gue saat itu. Jagoan masa kini harus nggak sempurna. Harus memiliki banyak kelemahan. Harus butuh teman. Supaya lebih realistis. Lalu terciptalah Josephine. Yes, langsung gue bikin karakter cewek sebagai pendamping aksi Kelana. Karena dalam pekerjaan, biasanya banyak hal seru yang bisa diangkat dari hubungan cowok dengan cewek ketimbang sesame cowok. Debatnya, ngambeknya, ngomelnya, semua akan lebih seru kalau sosok perempuan yang menjadi partner Kelana.

Jo sengaja gue bikin sebagai karakter yang mandiri, keras, dan berusia cukup matang, untuk mengimbangi darah muda Kelana yang penuh kegalauan dan emosi meluap. Berangkat dari situ, berkembanglah lagi pemikiran, kenapa nggak sekalian gue bikin Jo aja yang memimpinaksi Kelana sebagai Pemotor Misterius ini, ya? Jeng jeeeng!

Buat elo yang belum membaca atau baru mengenal sekilas kisah Setan Jalanan, gue jelaskan sedikit nih. Jadi Jo dalam semesta Setan Jalanan adalah otak sekaligus motor dari aksi Setan Jalanan, sang Pemotor Misterius yang kerap memberangus segala bentuk kriminal di kota Jakarta. Semua berlatar belakang dari dendamnya terhadap pembunuh ayah Jo. Berbekal kekayaan hasil warisan sang ayah, bisnisnya di bidang suku cadang motor, ilmunya dalam dunia teknik mesin motor dan segala hal permotoran, Jo membangun bengkel super canggih di rumahnya, berikut dengan supermoto rakitannya yang nggak kalah canggih, dan kostum keren rancangannya pula bagi si pemotor. Selanjutnya, silakan baca sendiri di komiknya. He he.

JOSEPHINE ADHIBRATA – Kiri ke kanan: versi komik trilogi Setan Jalanan (2014-2016, gambar oleh Haryadhi), versi Film Di Radio Aksi Setan Jalanan (2017, Gen FM Jakarta, diperankan oleh Shareefa Daanish), poster art Film Di Radio Aksi Setan Jalanan (2017, gambar oleh Rudy Ao).

 

Yes. Gue membutuhkan sebuah kekuatan perempuan dalam cerita Setan Jalanan agar bisa mewakili mereka yang memperjuangkan hak perempuan dalam masyarakat. Pesan moral apa lagi yang bisa gue angkat di komik ini? Well, ini mungkin agak klise, tapi gue rasa nggak akan basi. Yaitu rasa toleransi tinggi dalam masyarakat majemuk di negara kita, tanpa mengenal suku, agama, ras dan antar golongan. Maka gue bikinlah tokoh Jo ini seorang perempuan berdarah Tionghoa. Semua gue angkat sesuai realitas yang ada. Supaya kisah Setan Jalanan bisa lebih lekat di pembacanya.

Anyway, karena permasalahan Kelana di trilogy komik Setan Jalanan telah selesai, maka di buku lanjutannya (SJ4) yang saat ini sedang dalam masa produksi, semua adalah tentang Jo. Masa lalu, dendam kesumat, dan perang batin Jo, semua diungkap di sini. Nah, gue mau bilang juga kalau dalam SJ4 ini ceritanya waktu telah berlalu sekitar 3 tahun setelah peristiwa besar yang terjadi di tiga buku sebelumnya. Jadi sosok orang-orangnya pun gue
bikin berubah. Nggak terkecuali Jo.

JOSEPHINE ADHIBRATA – versi SJ4 (“Setan Jalanan: Mencari Keadilan”, gambar oleh Dody Eka).

Menarik, kan? Tunggu perkembangan berita tentang SJ4 di situs dan media sosial FranKKomiK, guys!

Harapan Untuk Komik Indonesia

April 4, 2020 by adin
FrankBlog
#30HariKomikIndonesia, 30 Hari Komik Indonesia, diary franki, frankblog, komik, kosasih day

Gue coba ikutan program #30HariKomikIndonesia, ah. Ngomongin komik Indonesia selama 30 hari mulai awal April ini, menyambut #KosasihDay2020.

Bicara tentang #KosasihDay, ada pertanyaan tentang apa harapan untuk komik Indonesia.

Hmm… Oke. Gue akan berbicara sebagai pengamat dan pembaca komik Indonesia, bukan sebagai praktisi. Sejauh ini kondisi komik Indonesia sebetulnya sudah jauh lebih baik ketimbang satu dekade silam. Hanya saja, sepertinya konsentrasi para pelaku industrinya, baik itu kreator komiknya (penulis dan illustrator), studio komik, juga penerbit komik fisik dan online, semua masih di seputar skenanya saja. Masih bermain di zona nyaman. Ini sangat dimaklumi, mengingat demand akan membaca komik lokal di masyarakat luas masih kurang. Tapi… Nah, ini. Udah mulai masuk ke “harapan” nih.

Harapan gue pribadi, komik Indonesia harus (kembali) menjadi tuan rumah di negeri kita. Jangan lagi kita terus-menerus menghibur diri dengan kenangan masa lalu (baca: masa kejayaan komik Indonesia). Ini adalah PR besar kita bersama.

Dari sisi kreator, bikin konten yang bagus; yang menarik. Yang bisa dekat dengan masyarakat. Dan (seharusnya) punya nilai moral baik juga. Jangan cuma karena pengen dekat sama pembaca akhirnya terjebak dengan jokes receh aja, yang kadang bagi sebagian pembaca mungkin malah mengganggu.

Masih dari sisi kreator; perbanyak genre komik, supaya para pembaca punya banyak pilihan.

Sementara itu di sisi studio dan penerbit komik, harus lebih giat untuk mendukung pergerakan para kreator komik kita. Jangan malas mencari sponsor atau investor, dan meyakinkan mereka bahwa produk komik kita punya nilai bagus di market. Jangan malas melakukan riset yang ditujukan kepada para pencinta buku secara luas -bukan hanya komik. Adakan media baru yang memberi ruang bagi para kreator komik untuk lebih semangat berkreasi. Misalnya dengan menghadirkan kanal khusus komik di Youtube, atau podcast khusus komik yang membahas segala jenis komik Indonesia; jangan hanya komik terbitan sendiri aja. Ini semua membutuhkan persatuan.

Persatuan itu yang membentuk musik Indonesia maju. Menjadi tuan rumahnya sendiri. Karena gue juga berkecimpung di musik, gue bisa menilai sendiri, bagaimana sulitnya dulu para musisi kita di paruh 1980an akhir ingin memajukan karya yang mereka usung. Karena senimannya terlalu banyak dan terpencar. Lalu di era 1990an tumbuh lebih banyak komunitas (walau beberapa komunitas musik sudah ada sejak 1970an), kemudian komunitas itu bersatu membuat acara bareng, dan semuanya menjadi bola salju yang besar dan bisa menjadi pembuktian tersendiri terhadap para industrialis musik dan acara hiburan.

Perlu gue bandingkan antara pergerakan musik Indonesia dengan komik Indonesia. Karena memang kasusnya mirip.

Akhir kata, gue yakin komik Indonesia akan bisa lebih maju seperti majunya musik Indonesia. Selama kita semua para praktisi komik tidak egois dan menganggap merek lain sebagai rival yang dimusuhi. Bersainglah secara positif. Kan, katanya “Bersama Kita Bisa!”. 😉

 

Foto: Antionius Septiano (circa 2017)

SEBUAH JURNAL TENTANG COVID-19

March 25, 2020 by adin
FrankBlog
corona, covid-19, diary franki, frankblog, virus

Sejarah mungkin akan mencatat tahun 2020 sebagai tahun yang kejam, akibat besarnya angka kematian manusia di seluruh dunia karena serangan wabah COVID-19 (penyakit Koronavirus 2019). Dimulai sejak Desember 2019 di Wuhan, China, virus ini menyebar ke negara-negara tetangganya, hingga akhirnya Indonesia pun nggak luput dari serangannya.

Per 2 Maret 2020 kasus COVID-19 di Indonesia dimulai, dan selanjutnya berkembang pesat. Penduduk Indonesia yang awalnya santai aja sebelum virus ini masuk ke sini – karena nggak menyangka serangannya akan semasif ini – akhirnya ketar-ketir. Kaget, pastinya. Termasuk gue. Sebagian besar panik begitu Presiden Jokowi mengumumkan kalau kasus positif COVID-19 sudah masuk ke Indonesia.

Informasi menyebutkan kalau Koronavirus pada dasarnya virus yang mirip dengan flu pada umumnya, dan bisa mati dengan sering-sering cuci tangan pakai sabun, atau menggunakan hand sanitizer. Penggunaan masker pun sangat disarankan, terutama bagi yang ngerasa kurang sehat. Karena penyebaran Koronavirus ini bisa melalui droplets, yaitu cairan yang dihasilkan dari batuk atau bersin. Dan hebatnya virus ini, ia bisa bertahan lama di benda yang ditungganginya. Nggak pakai lama, segera semua orang menyerbu masker dan hand sanitizer. Membuat dua barang itu susah dicari, dan celakanya, diborong oleh banyak pelaku pasar. Akibatnya harga masker dan hand sanitizer melonjak drastis, di titik yang nggak masuk akal. Kepanikan terjadi. Akhirnya bukan cuma kedua barang itu yang diborong banyak orang. Tapi juga keperluan sehari-hari di swalayan, karena takut akan diberlakukannya lockdown oleh pemerintah. Karena itulah yang terjadi di beberapa negara yang memiliki kasus wabah COVID-19, seperti di China, Filipina, kebanyakan negara di Eropa, dan terakhir yang barusan, Malaysia.

Mirip di film-film bertema epidemik, itulah yang nyata terjadi – nggak cuma di Indonesia, tapi juga di semua negara di seluruh dunia. Sementara di barat, terutama Amerika, yang diborong orang adalah tisu gulung untuk kamar mandi. Gue pribadi kadang ngerasa, sepertinya kepanikan ini terjadi juga – mungkin – karena kebanyakan nonton film bertema epidemik atau apokaliptik. He he. Tapi, ya, manusiawi sih.

Indonesia sendiri sejauh ini nggak memberlakukan lockdown. Tapi pemerintah menghimbau masyarakat untuk melakukan social distancing. Jaga jarak antar orang, untuk memotong penularan si virus. Sekolah-sekolah diliburkan, begitu juga sebagian besar kantor. Belajar di rumah, bekerja di rumah. Tagar #dirumahaja mendadak trending. Begitu pula tagar #WorkFromHome (WFH). Kegiatan kumpul-kumpul, acara besar, dan outdoor, juga ibadah keagamaan yang digelar rame-rame, termasuk shalat Jumat, semua ditiadakan dulu.

Apa kabar kegiatan musik? Ya pasti termasuk yang harus ditiadakan dulu dong. Di minggu awal Maret saat Pak Presiden mengumumkan kasus Koronavirus telah masuk ke Indonesia, banyak acara yang mulai dibatalkan. Tiba-tiba banyak teman seprofesi gue (musisi) yang menganggur. Juga teman-teman yang bekerja di event organizer, teman-teman fotografer panggung, dan profesi lain yang berhubungan dengan acara hiburan. Di sisi NAIF, awalnya nggak terlalu pengaruh. Kami, Alhamdulillah, waktu itu masih sempat manggung beberapa kali di awal Maret. Tapi begitu program social distancing dikumandangkan, praktis semua panggung NAIF per Maret sampai Mei 2020 dibatalkan, atau diundur – sampai waktu yang belum tau kapan. He he he. Amsyong.

Apakah social distancing berhasil dilakukan? Awal-awalnya nggak dong! He he.

Orang Indonesia terkenal ndableg (bahasa Jawa, artinya bandel) dan susah diatur. Satu-dua-tiga hari pertama setelah himbauan social distancing, aktivitas publik masih tinggi. Pasar tradisional rame, tempat wisata rame, sampai di gang-gang perkampungan, orang masih banyak yang nongkrong dan berkegiatan seperti biasa. Malah dianggapnya liburan untuk senang-senang. Banyak yang sepertinya ngerasa wabah ini bukan menjadi ancaman. Ada video riset sosial independen yang beredar, menggambarkan situasi “santai” masyarakat kita.

“Nggak takut sama Korona?”, ucap si pelaku riset.

“Nggak,” jawab mas-mas yang ditanya, “Kan hidup-mati kita udah ditentuin Allah. Virus itu kan ciptaan Allah juga.”

Itu salah satu cuplikan aja. Sisanya masih ada beberapa jawaban lain dari masyarakat – kebanyakan lapisan bawah – yang intinya nggak menganggap serius akan wabah ini.

Sementara itu pembatasan armada MRT dan Transjakarta malah membuat atrean panjang, dan moda transportasi pun jadi penuh. Belum lagi pro-kontra mengenai larangan kegiatan keagamaan ini tentu menimbulkan polemik tersendiri, mengingat masyarakat kita sangat sensitif kalau udah ngomongin soal agama.

Social distancing kita bisa dibilang nggak berhasil, di awal periode itu.

Seiring melonjaknya kasus positif COVID-19 di banyak wilayah Jakarta dan beberapa provinsi lain, barulah pemerintah mulai lebih keras. Sepertinya masyarakat kita memang nggak cukup cuma dikasih himbauan aja. Barulah program jaga jarak ini mulai efektif setelah – kurang-lebih – satu minggu.

Tapi kepanikan nggak kunjung reda. Info dari pemerintah yang kurang transparan, pemberitaan dari media yang terkesan menyeramkan, ditambah lagi berbagai broadcast info di layanan aplikasi chat dan media sosial yang rancu apakah itu fakta atau hoaks, semua bikin kebanyakan orang panik. Lagi-lagi, himbauan untuk jangan bepergian ke luar kota Jakarta dan mudik, nggak diindahkan.

Baru aja kemarin asisten rumah tangga (ART) gue pamit mudik. Alasannya, takut. Soalnya banyak “berita” yang ia terima begitu menyeramkan. Semua didapatnya dari kiriman WhatsApp. Selain takut sama virusnya, juga takut kalau semua ini berkepanjangan, mereka nggak akan bisa mudik Lebaran nanti. Padahal udah sering gue dan istri gue kasih ia wawasan tentang Koronavirus. Gimana cara kerja Koronavirus ini, gimana cara menyikapinya, dan lain-lain, termasuk juga jangan panik dan jangan mudik dulu saat ini. Tapi tetap aja ia dan keluarganya nekat mudik. Gue yakin, ini baru satu kasus aja. Pasti banyak orang lain yang seperti mbak ART gue itu.

Guys.

Ini adalah saat yang berat untuk kita semua. Saat bagi kita untuk mengalah oleh alam. Nggak usah kepanjangan mikirin segala tentang teori konspirasi. Kalau pun memang ini semua konspirasi, itu di luar kuasa kita. Gue juga percaya kok, bahwa memang ada segolongan manusia “kuat” yang mengatur tatanan dunia ini. Cuma, ya, mau gimana lagi? Gue hanyalah seorang gue. Kita cuma bisa mendoakan yang terbaik aja, dan memohon Tuhan supaya memberikan cahayanya bagi kita untuk berjalan ke arah yang benar, bertualang mencari arah pulang menuju Dia.

Lihat sisi baiknya. Selama masa lockdown di beberapa negara di dunia ini, dan selama masa social distancing di beberapa negara lainnya, termasuk negara kita; alam kita terasa seperti menyembuhkan diri. Di banyak negara, sungai-sungai dan laut bersih. Di banyak kota besar dalam negeri kita, langit cerah akibat berkurangnya polusi. Siapa tau kita para manusia ini memang saat ini disuruh untuk lebih mikir. Evaluasi diri. Supaya kita bisa lebih menghargai diri kita. Rajin bersih-bersih, he he. Supaya di masa depan nanti kita nggak lagi berlaku zalim kepada alam kita. Kepada makhluk lain ciptaan Tuhan, baik itu sesama manusia, kepada hewan dan juga tumbuhan. Mungkin kehadiran Koronavirus ini menyuruh kita untuk lebih mengingat Sang Pencipta kita. Betapa nggak berdaya dan kecilnya kita di hadapan alam semesta. Apalagi di hadapan-Nya.

Akhir kata.

Tetap jaga kesehatan, guys. Karena itu kunci kita melawan virus ini. Tetap di rumah aja. Jangan keluar rumah kalau nggak terlalu perlu. Kalau memang harus keluar rumah, lakukan prosedur standar internasional untuk pengamanan diri. Pakai masker. Semoga Allah melindungi kita selalu.

What A Joyous Moment To Share

February 24, 2020 by adin
FrankBlog
diary franki, frankblog, merchandise

Bukan suatu kesengajaan kalau akhirnya kemarin (23.2.20) gue membagi kepada dua sahabat dari Jepang, Nobuhisa dan Asami Hasegawa, momen kebahagiaan gue bersama Bianca, istri gue.

Gue sebut sebagai momen kebahagiaan karena kemarin adalah hari genapnya 6 tahun pernikahan gue dengan Bianca. Dan kebetulan Nobu (demikian gue memanggil Nobuhisa) baru aja datang dari Jepang untuk kembali meneruskan pekerjaannya di Jakarta. Karena gue dan Bianca nggak ada rencana khusus, akhirnya kami sekalian putuskan untuk makan bareng dengan Nobu dan Asami aja.

Gue dan Nobu berkenalan di Facebook. Awalnya dia -tampaknya- temenan duluan sama NAIF di Facebook. Ia waktu itu bekerja di sebuah radio swasta di kota Hamamatsu, Jepang. Sudah terhubung duluan dengan beberapa band Indonesia, seperti J-Rocks dan NTRL. Juga ternyata beberapa circle musik gue cukup banyak yang kenal Nobu. Lalu kemudian ia add friend ke gue sekitar 2014 silam. Lantas di kunjungan kedua gue dan Bianca ke Tokyo (2018) barulah kami ketemuan dan banyak ngobrol. Semenjak itu gue, Nobu, Asami dan Bianca selalu berkabar, dan sering hang out bareng saat mereka ke Jakarta. Dan baru aja 2019 kemarin Nobu mengaku kalo dia sebetulnya penggemar berat NAIF. No wonder. Musisi Indonesia paling dia suka ya NAIF. Katanya. Ha ha! ‘Sa aeee!

Adalah sebuah kebetulan, apabila oleh-oleh spesial dari Nobu dan Asami itu akhirnya menjadi semacam kado anniversary kami. Selain oleh-oleh makanan khas Jepang, yang spesial adalah sekotak KitKat berdisain khusus foto gue dan Bianca. Wah! Belum lagi Nobu juga menghadiahkan gue sebuah mobil-mobilan The Beatles edisi album Revolver produksi Hotwheels.

Sebuah kesenangan tersendiri membagi joyous moment saya dan Bianca kepada kalian, Nobu dan Asami. Terima kasih.

https://www.frankiindrasmoro.com/wp-content/uploads/2020/02/frankblog-20200224-001.mp4

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • »

© 2017 Franki Indrasmoro All rights reserved