Bersama Ifa, hadir Barry Maheswara, menggarap scoring drama radio ini. Film Di Radio (FDR), kalau Gen FM bilang. Ya, FDR adalah istilah untuk drama radio di Gen FM. Menurut Direktur Utama Gen FM, om Adri Syarkawie, ada perbedaan antara FDR dengan drama radio biasa. Dalam FDR, pendekatan storytelling yang diterapkan lebih merujuk ke film layar lebar. Tanpa ada narasi yang ngejelasin situasi, seperti layaknya drama radio. Gue juga baru ngerti pas preskon waktu itu. Hehe.
Masih bicara soal divisi musik, disiapkan dua buah lagu untuk soundtrack FDR ASJ ini. Memang sengaja treatmentnya seperti anime. Ada satu lagu yang bertempo medium atau cepat di intro, dan satu lagu bertempo lambat di outro. Semua dinyanyiin langsung oleh Deva Mahenra. Yang mid-tempo judulnya Rasa Yang Tersembunyi (Deva featuring Sivia Azizah), dan yang low-tempo judulnya Berkelana (Deva). Kedua lagu itu ditulis nada dan musiknya oleh Ifa, sedangkan lirik ditulis oleh Ndit Naratama, sutradara FDR ASJ.
Ngomongin tentang Ndit Naratama… Ada yang unik dengan orang ini. Selama perjalanan gue jadi musisi, jadi produser album musik, produser drama musikal, sampai akhirnya jadi produser komik, gue banyak mengenal orang berbakat. Tapi yang satu ini, si bapak Ndit ini, adalah orang yang multitalenta sekaligus multitasking. Gimana nggak? Sutradara iya, acting coach iya, penulis naskah iya, penulis lirik lagu iya, sampai foto model pun iya! Hehehe… Luar biasa!
FDR ASJ tayang setiap Jumat, guys. Jam 9 pagi, lalu ditayangkan ulang jam 5 sore dan 10 malam. Berdurasi 30 menit, dan ditayangkan sebanyak 10 episode. Cerita yang ada di situ semua berdasarkan apa yang ada di trilogi komik Setan Jalanan yang gue tulis, tapi mengambil sudut pandang yang berbeda. Adalah seorang produser dan penyiar Gen FM yang bernama Tya. Ceritanya si Tya ini sangat tertarik dengan pemunculan Setan Jalanan yang mengundang kontroversi. Banyak orang yang menganggap Setan Jalanan adalah ancaman, termasuk polisi. Namun nggak sedikit yang menganggap Setan Jalanan adalah pahlawan yang selama ini dicari-cari, yang berani memberangus kriminalitas dan melumpuhkan kejahatan yang merajalela. Somehow, Tya ngerasain apa yang dirasain mereka yang mendukung Setan Jalanan itu. Mulai dari sinilah Tya akhirnya – atas nama dedikasinya terhadap jurnalisme – memutuskan untuk mengejar Setan Jalanan. Siapa sangka, ketertarikan Tya sama Setan Jalanan nggak cuma sampai di permukaan. Tya mulai ngerasa ada rasa lain yang tersembunyi di dalam hatinya. Cia’elaaa! Gitu dah… Hehehe.
Untuk versi FDR di Gen FM, gue memang sengaja ngasih porsi agak banyak dalam ngeracik bumbu romannya. Tentu aja ini berhubungan sama para Sobat Gen garis keras yang kebanyakan perempuan. Hehe. Well, sah aja, kan? Itulah yang dimaksud dengan “seni yang fleksibel dalam menyesuaikan media”.
Gue nggak menampik kenyataan bahwa gue banyak melakukan kompromi dalam pengembangan Setan Jalanan. Bahkan sejak awal komik Setan Jalanan yang elo lihat beredar di pasaran ini, gue udah cukup berkompromi. Pada saat mengkonsep awal komiknya, gue berniat menampilkan komik Setan Jalanan dalam format berwarna dan bergaya gambar realis. Tapi, karena itu pasti membutuhkan proses yang panjang, ditambah lagi beberapa masukan dari teman-teman yang udah cukup lama berkecimpung di bidang penerbitan komik, bahwa pembaca komik di Indonesia cenderung menyukai format manga (komik Jepang). Sedangkan gue bukan penggemar manga samasekali. Tapi pada akhirnya, supaya bisa menarik pembaca komik di Indonesia, gue bersedia menurunkan ego dan idealisme gue itu, dan jadilah komik trilogi Setan Jalanan dalam format yang elo tau sekarang ini. Tapi secara konten cerita, gue nggak bisa terlalu berkompromi. Gue punya standarisasi sendiri mau kayak gimana cerita komik yang gue tulis. Yang penting gue cukup tau batasan apa yang gue harus perhatikan saat ingin menerbitkan komik di Indonesia.
Video promo Aksi Setan Jalanan (Shareefa Daanish)