PAHLAWAN KESIANGAN – SETAN JALANAN, SEBUAH REVIEW SETAN JALANAN #1 DARI SURJORIMBA SUROTO

PAHLAWAN JALANAN KESIANGAN

…..ngebut, akrobatik dan menghajar lawan sepanjang jalan….

Seseorang bertopeng memacu kencang sepeda motornya, mendadak stoppie dan berputar, sambil kaki melayang menghajar penjahat jalanan. Siapa ksatria sepeda motor ini? Bagaimana bisa ia tahu peristiwa kriminal sedang terjadi? Jika ia penegak keadilan, lalu mengapa ia bertopeng?

Panel demi panel membawa pembaca ikut merasakan sensasi ngebut dengan sepeda motor. Berbagai efek visual digunakan demi membangun suasana yang tepat. Dilengkapi dengan ilustrasi dan anatomi yang pas untuk sepeda motor dan gestur pengemudinya. Sebuah novel grafis thriller dengan adegan kebut-kebutan yang mendebarkan, selayaknya Akira, komik manga terkenal asal Jepang.

Inilah karya terbaru Pepeng setelah seri komik NAIF: Mesin Waktu. Bila tak sedang menggebuk drum bersama band-nya, NAIF, maka ia akan ditemukan sedang coret-coret kertas. Franki Indrasmoro, pemilik nama lengkap Pepeng, memang menempuh studi desain grafis di Jakarta. Ia pun pernah menjadi Juara Harapan I, Lomba Menggambar Kobo-Chan, yang diadakan salah satu penerbit komik di Jakarta tahun 1993. Berprofesi sebagai ilustrator majalah remaja pun pernah dilakoni.

Novel grafis berjudul Setan Jalanan (2014) menjadi jawaban Pepeng atas tantangan publik untuk membuat karya yang lebih gelap dan menegangkan, dibanding karya-karya sebelumnya. Buku pertama dari trilogi, pembaca diajak mengenal beberapa tokoh utamanya. Kelana, sang protagonis, seorang pemuda yang mencintai sepeda motor. Tubuhnya melekat dengan motornya begitu melaju di jalan. Kegemarannya sejak remaja ini membuatnya terlatih melakukan berbagai manuver dan akrobatik. Terkadang ia mencari nafkah di tengah-tengah keramaian pasar malam.

Bersama Madam Jo, seorang dosen perguruan tinggi, Kelana membasmi kejahatan di kota Jakarta. Bila Kelana menjadi eksekutor di lapangan, Madam Jo adalah otak di balik strategi dan informasi. Wanita ini memiliki segudang asesoris dan peralatan sepeda motor. Namun tak terjelaskan bagaimana ia mampu mengakses informasi milik kepolisian, ataupun kamera pengintai untuk mengawasi sepak terjang Kelana. Beberapa jalinan cerita juga belum terjelaskan utuh. Baik pribadi Kelana, orang-orang di masa lalunya, kehidupan geng motor, berbagai peristiwa tragis dalam hidupnya, dan lainnya.

Sejauh ini belum terjelaskan motivasi Kelana dan Madam Jo menjadi tim pembasmi kejahatan. Mengapa tak bekerja sama dengan kepolisian? Bukankah lebih mudah? Atau mungkin di situlah adrenaline dan tantangan terdapat, beraksi kucing-kucingan bersama para penegak hukum. Sepintas terasa seperti kombinasi penegak hukum a la Batman, dengan aktor monitor Oracle, serta Komisaris Polisi Gordon. Semoga dalam buku sekuel beberapa pertanyaan terjelaskan.

Alur cerita mengalir dengan baik, begitu pun penataan panel dan penggunaan dialog. Termasuk mudah dalam mencernanya. Jikapun ada kritik, maka saran ada pada penggunaan jenis huruf (font) dan teks balon yang kurang bervariasi. Keduanya bisa digunakan secara optimal untuk mengekspresikan emosi dan pikiran para tokohnya.

Acungan jempol perlu diberikan kepada Haryadhi, sang ilustrator. Adalah berkat kehandalannya dalam menginterpretasikan cerita milik Pepeng, pembaca dapat menikmati Setan Jalanan. Tidak mudah membuat gestur tubuh dan karakter sepeda motor yang termasuk rinci itu. Bagi saya, Haryadhi ilustrator paling tepat untuk Setan Jalanan.

Surjorimba Suroto

September 2014

Review Setan Jalanan