BERTUALANG DALAM KERAGAMAN MUSIK INDONESIA

Musik sudah dikenal manusia sejak jaman purbakala. Terciptanya musik adalah sebagai ungkapan rasa sedih, senang, dan takut, melalui suara-suara yang tercipta dari bebunyian alat pukul, tiup dan nyanyian – juga syair – yang terinspirasi dari kicauan burung. Lalu berkembang menjadi pengiring upacara-upacara keagamaan masyarakat tertentu. Barulah – seiring perjalanan dan perkembangan pemikirannya – manusia mulai memahami bagaimana cara mengkomposisikan musik secara matang.

Ada artikel menarik yang gue mau share di sini, yang menjelaskan perjalanan musik dunia.
Baca:
https://agnesagathapooh.wordpress.com/classics-zone/sejarah-perkembangan-musik-klasik-dunia/

Semakin modern perkembangan jaman, semakin musik menjadi sebuah komoditi… Industri (baca: barang dagangan). Bukan hal buruk, sebetulnya. Justru kalau mau kita lihat dari sisi positif bagi seniman dan pencipta lagu, justru industri musik dapat menjadi sarana mereka menata kemapanan hidup, terutama dari segi finansial, yang berujung pada kemakmuran si seniman dan pencipta lagu itu sendiri. Terbukti di luar sana (Amerika dan Eropa) banyak musisi, penyanyi, produser dan pencipta lagu yang sukses menimbun harta kekayaan dari hasil karya mereka.

Gue kurang tau bagaimana kondisi industri musik negara-negara di kawasan Asia. Bagaimana dengan di negara kita, Indonesia? Kenapa sampai saat ini – di era super modern – masih banyak musisi, penyanyi dan pencipta lagu yang hidupnya memprihatinkan?

Ada satu artikel bagus lagi yang akan gue share di kesempatan ini, karya tulis dari seorang pengamat musik Indonesia yang memilih banyak bergerak di arus bawah tanah (indie) karena dianggapnya lebih bebas dan leluasa; salah seorang yang bukan kawan dekat gue, tapi kami pernah beberapa kali ngobrol panjang, dan sedikit banyak gue menghormati beliau – yang wafat tahun 2014 lalu: Denny Sakrie.
Berikut penuturan singkatnya tentang perjalanan industri musik Indonesia periode tahun 1945-2009:
https://dennysakrie63.wordpress.com/2011/02/20/perjalanan-musik-indonesia-1945-2009-sebuah-repetisi-dalam-arus-siklus/
– artikel yang ditulisnya tahun 2009 dan pernah dimuat di majalah Trax.

Kebutaan musisi dan seniman musik terhadap legal (hukum) dan bisnis adalah salah satu faktor yang kelak akan merugikan mereka di ranah industri. Tapi perlahan gue lihat para seniman di masa kini sudah mulai melek soal itu. Ini suatu kemajuan yang bagus. Namun ada satu faktor lagi, menurut gue, yang akan membantu para seniman. Yaitu dukungan dari masyarakat dan media.

Dalam rangka Hari Musik Nasional 2015 yang diperingati setiap tanggal 9 Maret ini gue – sebagai salah satu praktisi musik dan penikmat musik juga, gue mau menyampaikan ke kalian, kawan-kawan gue, baik musisi maupun bukan, bahwa musik itu adalah salah satu bagian dari seni yang sangat luas. Dan dalam. Penuh petualangan.

Musik itu beragam. Selami keragaman musik itu. Nikmati musik sebagai musik, bukan musik sebagai suatu kefanatikan terhadap satu jenis aja. Mari kita arungi petualangan keragaman musik.

Gue yakin kalian suka musik. Masyarakat Indonesia itu masyarakat yang sangat musikal. Hampir semua orang di Indonesia punya gadget yang berisi lagu yang beragam jenis, sesuai dengan selera mereka.

Alhamdulillah, musik Indonesia sudah menjadi tuan rumah di negerinya sendiri sejak lama. Alangkah lebih baik lagi kalau semua orang lebih mau mengeksplor dalam mendengarkan musik. Sudah sepatutnya gue, kita, dan kalian para pendengar musik juga mendukung keragaman musik Indonesia. Jangan cuma mendengarkan satu jenis musik. Supaya apa? Supaya semua seniman musik juga merasa dihargai. Supaya industri musik mainstream bisa mendukung keragaman musik kita.

Sudah sepatutnya industri musik mainstream kita dan media mainstream kita juga mendukung keragaman musik Indonesia.
Musik Indonesia bagus kok. \m/