KATANYA ORANG KREATIF? YA HARUS KREATIF!

Sudah berapa lama gue terjun bebas ke dunia kreatif visual? Setahun? Dua? Tiga? Hmmm…. Semua dimulai sejak gue membuat Bonbinben di tahun 2008. Itulah awal gue terjun ke dunia kreatif visual. Membuat karya berformat buku. Lanjut ke KomikNAIF di tahun 2010 sampai 2013. Lanjut lagi ke Setan Jalanan, sampai sekarang. So, udah 5 tahun ya? Udah lama juga ya? Cukup lama untuk belajar banyak. Trial and error, pasang surut suka dan duka, cukup banyak yang terjadi selama 5 tahun ini.

Sejak gue ngejalanin Bonbinben sampai Setan Jalanan, ada satu hal yang paling susah dilakukan. Kreatifitas Alhamdulillah sejauh ini bukan menjadi sebuah masalah, begitu pula dengan teknis pengerjaan. Bicara soal teknis pengerjaan, banyak seniman kita yang ber-skill tinggi. Sebut saja, berapa banyak seniman kita yang diakui di luar negeri, bahkan sampai dipekerjakan untuk proyek-proyek mereka? Berapa banyak seniman kita yang memenangkan kontes artwork untuk proyek-proyek di luar negeri sana? Banyak. Dan gue yakin, talenta muda kita masih banyak lagi di dalam semak belukar Nusantara ini.

Beberapa tahun belakangan pihak Kemenparekraf (Kementrian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia) giat mengakomodir arus deras para seniman kita, mendukung setiap konsep dan produk kreatif yang memancur dari otak kreatif mereka. Ibu Menteri Mari Elka Pangestu mendapat banyak kredit dan pujian dari seniman-seniman kita, karena beliau banyak hadir dan mengapresiasi banyak kegiatan dan hasil karya mereka.

Banyak negara lain yang maju industri kreatifnya karena didukung oleh pemerintah. Selama ini Indonesia masih belum mendapatkan itu secara maksimal. Baru belakangan ini aja. Tapi, setelah pemerintah kita mendukung industri kreatif kita, apakah itu sudah cukup?

Belum.

Kita… Kami… Semua insan kreatif di Indonesia membutuhkan dukungan juga dari kamu… Kalian… Dia… Mereka… Semua orang. Baik itu dari dalam (baca: sesama insan kreatif), maupun dari luar. Seniman dan penikmat seni adalah pedagang dan pembeli. Produsen dan konsumen. Konsumen mempunyai kewajiban tak tertulis untuk menghargai apa yang dihasilkan oleh produsen, dan produsen punya kewajiban tak tertulis pula untuk menghargai konsumen apabila mereka nggak menyukai produk yang dihasilkan oleh produsen.

Nggak semua seniman mempunyai uang banyak untuk menghasilkan karya. Sering mereka harus mencari investor atau sponsor untuk merealisasikan karya mereka. Nah! Umumnya para investor atau sponsor atau siapa pun itu yang punya uang lebih, nggak mudah untuk mengeluarkan uang mereka demi proyek si seniman ini. Umumnya mereka akan meriset dulu, apakah karya ini akan bisa dijual di pasaran, apakah ada yang akan menyukai karya ini, dan “apakah” lainnya. Itu berhubungan dengan konsumen. Dengan para penikmat seni. Dengan kamu-kalian-mereka-kita-kami-gue… Dengan kita semua.

Sponsor adalah hal paling sulit yang gue temui selama ini. Dan gue yakin, banyak kawan-kawan seniman dan pelaku industri kreatif yang mengalami kesulitan serupa. Tapi kalo memang saat ini kondisinya mengharuskan gue untuk go indie, seperti yang selama ini sudah cukup biasa gue lakukan di musik, so be it. Let’s go indie.

Komik atau cergam adalah basis utama bisnis kreatif gue, selain musik. Berbeda dengan industri besar musik di Indonesia yang memiliki masalah pelik dalam hal pembajakan, di industri kreatif visual kita memiliki masalah pelik dalam hal kepercayaan. Kepercayaan dari masyarakat kita sendiri.

Oke, mari kita kerucutkan lagi ke dunia komik, yang saat ini gue jalani. Masyarakat Indonesia bukanlah masyarakat pembaca buku. Apalagi buku cerita bergambar. Komik. Masyarakat kita sampai sekarang masih sulit untuk diajak membaca buku komik lokal. Mereka masih menyukai karya impor. Betul. Dan gue pun nggak menyalahkan mereka juga kalo akhirnya lebih memilih karya impor ketimbang karya anak negeri. Kenapa? Karena kita juga para seniman yang masih memiliki banyak kekurangan. Jujur, gue akui, komik-komik kita sangat kurang penulis yang dapat menghasilkan cerita bagus. Masih banyak karakter komik kita yang mengadaptasi dari luar. Kurang orisinil.

Konten lokal. Itu yang penting untuk gue ungkapkan di sini. Komik kita perlu konten lokal, yang bisa dekat dengan masyarakat. It’s OK kalo elo mau angkat tema wayang, oke juga mau angkat tema superhero. Tapi konten lokal itu sangat penting. Dan, kalo boleh ngomong, konten lokal itulah yang gue coba angkat di karya komik Setan Jalanan gue ini. Berharap bisa merangkul masyarakat kita, supaya karakter gue bisa dekat dengan mereka. Supaya mereka bisa lebih mengapresiasi karakter yang gue hasilkan ini, dengan jujur.

Ini bukan tulisan curhat. Bukan pula tulisan sok menggurui. Gue cuma mencoba membuka wacana aja. Bukan juga mengajak berdebat. Tapi berusaha membuka apa yang ada di kepala dan hati gue, dan memastikan bahwa kita semua memiliki tujuan sama. Memajukan karya kita. Karya sesama manusia Indonesia. Merasa belum maju? Ya tetaplah semangat. Tetaplah kreatif. Karena kita orang kreatif.