HIKMAH INKTOBER

Bulan Oktober lalu gue memutuskan untuk ngikut program Inktober yang ramai di media sosial, terutama di Facebook, Instagram dan Twitter. Apa itu Inktober? Ialah sebuah campaign bagi para illustrator masa kini yang kebanyakan sudah mulai mengambar secara digital untuk kembali manual dengan media tinta dan kertas. Dengan hashtag #inktober, semua orang yang bisa menggambar – baik itu professional atau nggak – memposting karya illustrasi mereka di media sosial mereka.

Indonesia – sebagai negara dengan user akun media sosial tertinggi di dunia – tentunya nggak mau kalah. Semua ingin tampil memamerkan karya illustrasi tinta mereka, dan hashtag #inktoberindonesia pun akhirnya nongol. Entah siapa pemrakarsanya.

Gue sendiri baru ngeh tentang Inktober ya di tahun 2014 ini juga. Padahal di negara asalnya – Amerika – program yang dimotori oleh seorang illustrator komik dan disainer grafis bernama Jake Parker ini sudah dimulai sejak tahun 2009. Info detil tentang Inktober bisa kalian intip di www.mrjakeparker.com/inktober.

Apa yang memacu gue untuk ikutan menggambar? Padahal gue udah lama sekali nggak rutin menggambar. Nah! Itu dia jawabannya!! Justru karena gue udah lama nggak rutin menggambar, gue mau ikutan Inktober biar bisa melatih lagi tangan gue. Selain itu, karena gue sekarang sejak bergelut di komik Setan Jalanan, gue merasa sepertinya gue perlu menggambar lagi. Minimal akan berguna saat sketching storyboard komiknya nanti.
Hasilnya? Ternyata kemampuan gue menggambar masih belum hilang. Dan, Inktober bener-bener memicu gue untuk terus berlatih. Melatih tangan, melatih disiplin, dan melatih otak. Otak? Ya, otak. Karena komitmen gue di Inktober adalah menyetor gambar satu lembar tiap harinya selama bulan Oktober. Satu hari satu gambar, berarti kalau gue disiplin, gue akan mengumpulkan 31 gambar. Sesuai jumlah hari dalam bulan Oktober.
Susah? Secara teknis nggak susah. Yang susah adalah memikirkan ide tema gambarnya. Karena itulah otak kita turut dilatih.

Banyak visual artists di dunia, termasuk Indonesia, yang ikutan Inktober. Tapi banyak juga yang mencibir aksi ini. Mereka yang mencibir menganggap Inktober hanya sebuah aksi musiman dari para seniman yang pengen eksis di media sosial. Apapun itu, bagi gue, Inktober di satu sisi menambah portofolio seorang seniman untuk berkarya. Apapun hasil karyanya setelah jadi, secara nggak sadar – kalau si seniman itu disiplin menggambar Inktober – akan mengumpulkan karya-karya yang bisa dipamerkan.

Alhamdulillaah gue berhasil mengumpulkan 31 artworks selama Oktober kemarin. Walau nggak bagus-bagus amat, dan nggak semua konsepnya bagus, tapi setidaknya gue berhasil melatih tangan, disiplin dan otak gue. Itu sebuah pencapaian, tentunya.

Suatu hari menjelang akhir Oktober, tiba-tiba gue diundang oleh kawan-kawan tokoh perkomikan yang handal: Sunny Gho, Sheila Rooswhita, dan Jhosephine Tanuwidjaya. Mereka bermaksud menggelar Pameran Inktober Indonesia 2014.

Wow! Pameran? Kenapa nggak? Begitu pikir gue. Dan, akhirnya jadilah gue ikutan pameran yang dimaksud tadi. Terkumpul lebih dari 20 orang illustrator bergabung di sana. Semuanya bagus-bagus. Karya gue mah nggak ada apa-apanya dibanding mereka semua. Hehe. Tapi gue cuek aja, ikutan. Nggak ada salahnya. Namanya juga pameran bersama. Masing-masing orang memiliki ciri, dan nggak perlu berkecil hati karenanya.

Pameran Inktober Indonesia digelar tanggal 31 Oktober sampai 2 November 2014,d an berlangsung lancar. Agenda di dalam pameran itu pun beragam. Nggak cuma berpameran, beberapa seniman yang ikut berpameran juga menjual karya-karya yang mereka pamerkan itu. Gue nggak termasuk yang menjual karya gue. Lebih tepatnya: nggak tau kalau boleh berjualan. Kalau tau sih, boleh juga. Hehe.
Selain itu ada juga menggambar Inktober bersama di hari terakhir bulan Oktober, saat pembukaan. Dan juga menggambar model di hari kedua dan ketiga. Sayangnya gue nggak bisa hadir di hari kedua pameran, karena harus manggung di Surabaya bareng NAIF tanggal 1 November, dan Setan Jalanan ada show di tanggal 2-nya.

Pameran Inktober Indonesia dipersembahkan oleh GLITCH Network dan Kreavi., dua wadah visual grafis yang salah satu misinya adalah mengubah cara pandang orang terhadap illustrasi grafis yang berkonotasi komersil menjadi karya fine art yang patut diapresiasi juga secara seni. Dalam hal itu gue setuju banget. Menurut gue artwork dari komik, sketches, disain lay out dari poster film, storyboard iklan atau film atau video klip juga layak dipamerkan. Bahkan perlu dipamerkan.

“Peng, kok karyanya di ujung? Jadi nggak kelihatan,” begitu tanya beberapa teman gue saat mereka hadir di pameran. Yes, memang, karya gue nggak didisplay di titik yang jelas. Gue sih nggak terlalu ambil pusing soal itu. Ya begitulah kalau kita berpameran kolektif. Apalagi kalau kita bukan highlight di situ. Wajarlah. Sama aja kayak kalau manggung di sebuah festival bareng band lain. Kadang NAIF juga nggak selamanya ditaro di jam yang ramai. Semua tergantung kebutuhan acara aja.

Berikut adalah foto-foto karya Inktober gue yang gue pernah unggah di Facebook, dan beberapa karya dalam Pameran Inktober Indonesia 2014. Yang menjadi favorit gue adalah karya dari Vianditya Dewanata dan Dana Obera Panggabean. Kalian bisa search karya visual mereka di akun Facebook mereka. Keren-keren deh.

Pameran Inktober Indonesia 2014